Kamis, 12 Januari 2017

PENGERTIAN DAN TEORI LENGKAP DRAMA

DASAR-DASAR APRESIASI DRAMA
BEBERAPA PENGERTIAN
1. Kalau Anda membuka kamus Webster’s New World Dictionary (1989) Anda akan menjumpai entri atau lena ‘drama’ (hlm. 413) dan theater or theatre (hlm. 1386). Drama diartikan sebagai “a literary composition that tell a story, usually of human conflict, by means of dialogue and action, to be performed by actors”. Atau disalin secara bebas “suatu karangan yang mengisahkan suatu cerita yang mengandung konflik yang disajikan dala bentuk dialog dan laga, dan dipertunjukkan ole para actor di atas pentas”, sedangkan kata theater diartikan sebagai ‘a place where plays, operas, films, etc. are presented”, atau ‘suatu tempat di mana lakon-lakon, opera-opera, film-film, dsb. dipertunjukkan”.
2. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) drama memiliki beberapa pengertian. Pertama, drama diartikan sebagai komposisi syair atau prosa yang diharapkan dapat menggambarkan kehidupan dan watak melalui tingkah laku (akting) atau dialog yang dipentaskan. Kedua, cerita atau kisah terutama yang melibatkan konflik atau emosi, yang khusus disusun untuk pertunjukan teater. Ketiga, kejadian yan menyedihkan.
3. Dalam sejarahnya (Barranger, 1994) kata drama dan teater memiliki arti yang berbeda. Drama berasal dari bahasa Yunani dran yang berarti ”to do” atau ”to act” (berbuat). Kata teater juga erasal dari Yunani theatron yang berarti ”a place for seeing” (tempat untuk menonton), dengan demikian kata teater mengacu pada suatu tempat di mana aktor-aktros mementaskan lakon. Dengan kata lain, secara lebih mudah, kata drama diartikan sebagai lakon yang dipertunjukkan oleh apra aktor di atas pentas, sedangkan teater diartikan sebagai tempat lakon itu dipentaskan. Dengan demikian, seyogyanya kita bukan mengajak ’bermain teater’ tetapi ’bermain drama’, dan bukan ’menonton teater’ tetapi ’menonton drama di teater’.
4. Pengertian lain, drama adalah kisah kehidupan manusia yang dikemukakan di pentas berdasarkan naskah, menggunakan percakapan, gerak laku, unsur-unsur pembantu (dekor, kostum, rias, lampu, musik), serta disaksikan oleh penonton.
5. Ada sejumlah istilah yang memiliki kedekatan makna dengan drama, yaitu 
Sandiwara. Istilah ini diciptakan oleh Mangkunegara VII, berasal dari kata bahasa Jawa sandhi ang berarti rahasia, dan warah yang berarti pengajaran. Ole Ki Hajar Dewantara, istilah sandiwara diartikan sebagai pengajaran yang dilakukan dengan perlambang, secara tidak langsung. 
Lakon. Istilah ini memiliki beberapa kemungkinan arti, yaitu;
  1. cerita yang dimainkan dalam drama, wayang, atau film 
  2. karangan yang berupa cerita sandiwara, dan
  3. perbuatan, kejadian, peristiwa. 
Tonil. Istilah ini berasalh dari bahasa Belanda toneel, yang artinya pertunjukan. Istilah ini populer pada masa penjajahan Belanda. 
Teater. Istilah ini berasal dari kata Yunani theatron, yang arti sebenarnya adalah dengan takjub memandang, melihat. Pengertian dari teater adalah (1) gedung pertunjukan, (2) suatu bentuk pengucapan seni yang penyampaiannya dilakukan dengan dipertunjukkan di depan umum. 
Pentas. Pengertian sebenarnya adalah lantai ang agak tinggi, panggung, tempat pertunjukan, podium, mimbar, tribun. 
Sendratari. Kepanjangan akronim ini adalah seni drama dan tari, artinya pertunjukan serangkaian tari-tarian yang dilakukan oleh sekelompok orang penari dan mengisahkan suatu cerita dengan tanpa menggunakan percakapan. 
Opera. Artinya drama musik, drama yang menonjolkan nyanyian dan musik. 
Operet. Opera kecil, singkat, dan pendek. 
Tablo. Yaitu drama yang menampilkan kisa dengan sikap dan posisi pemain, dibantu oleh pencerita. Pemain-pemain tablo tidak berdialog. 

BENTUK-BENTUK DRAMA
1. Berdasarkan bentuk sastra cakapannya, drama dibedakan menjadi dua 
  • Drama puisi, yaitu drama yang sebagian besar cakapannya disusun dalam bentuk puisi atau menggunakan unsur-unsur puisi. 
  • Drama prosa, yaitu drama yang cakapannya disusun dalam bentuk prosa. 
2. Berdasarkan sajian isinya 
  • Tragedi (drama duka), yaitu drama yang menampilkan tokoh yang sedih atau muram, yang terlibat dalam situasi gawat karena sesuatu yang tidak menguntungkan. Keadaan tersebut mengantarkan tokoh pada keputusasaan dan kehancuran. Dapat juga berarti drama serius yang melukiskan tikaian di antara tokoh utama dan kekuatan yang luar biasa, yang berakhir dengan malapetaka atau kesedihan. 
  • Komedi (drama ria), yaitu drama ringan yang bersifat menghibur, walaupun selorohan di dalamnya dapat bersifat menyindir, dan yang berakhir dengan bahagia. 
  • Tragikomedi (drama dukaria), yaitu drama yang sebenarnya menggunakan alur dukacita tetapi berakhir dengan kebahagiaan. 
3. Berdasarkan kuantitas cakapannya 
  • Pantomim, yaitu drama tanpa kata-kata 
  • Minikata, yaitu drama yang menggunakan sedikit sekali kata-kata. 
  • Doalogmonolog, yaitu drama yang menggunakan banyak kata-kata. 
4. Berdasarkan besarnya pengaruh unsur seni lainnya 
  • Opera/operet, yaitu drama yang menonjolkan seni suara atau musik. 
  • Sendratari, yaitu drama yang menonjolkan seni eksposisi. 
  • Tablo, yaitu drama yang menonjolkan seni eksposisi. 
5. Bentuk-bentuk lain 
  • Drama absurd, yaitu drama yang sengaja mengabaikan atau melanggar konversi alur, penokohan, tematik. 
  • Drama baca, naska drama yang hanya cocok untuk dibaca, bukan dipentaskan. 
  • Drama borjuis, drama yang bertema tentang kehidupan kam bangsawan (muncul abad ke-18). 
  • Drama domestik, drama yang menceritakan kehidupan rakyat biasa. 
  • Drama duka, yaitu drama yang khusus menggambarkan kejathan atau keruntuhan tokoh utama 
  • Drama liturgis, yaitu drama yang pementasannya digabungkan dengan upacara kebaktian gereja (di Abad Pertengahan). 
  • Drama satu babak, yaitu lakon yang terdiri dari satu babak, berpusat pada satu tema dengan sejumlah kecil pemeran gaya, latar, serta pengaluran yang ringkas. 
  • Drama rakyat, yaitu drama yang timbul dan berkembang sesuai dengan festival rakyat yang ada (terutama di pedesaan). 
PERBEDAAN DRAMA DAN TEKS SASTRA LAINNYA
  1. Apa yang membedakan teks drama dengan teks cerita rekaan? Anda tentu saja masih ingat bahwa dala novel Belenggu karya Armijn Pane, pengarangnya menceritakan kisahannya dengan melibatkan tokoh-tokoh Tono, Tini, Yah lewat kombinasi antara dialog dan narasi. Sementara itu, dalam teks drama yang lebih mendominasi adalah dialog. Narasi hanya terbatas berupa petunjuk pementasan yang disebut sebagai teks sampingan. Lewat petunjuk pementasan (yang kebanyakan dicetak miring) itulah pengaranag naskah drama memberi arahan penafsiran agar tidak terlalu melenceng ari apa yang sebenarnya dikehendaki.
  2. Ciri khas apa yang terdapat dalam drama? Ada gerak seperti mengacungkan tangan, membentak, dan ketakutan. Dengan demikian, penulis lakon membeberkan kisahannya tak cukup jika hanya dibaca. Dibutuhkan gerak. Itulah yang disebut action. Pementasan di panggung. Penulis lakon membayangkan action para aktornya dalam bentuk dialog. Dan dialoglah bagian paling penting dalam drama. Lewat dialoglah kita bisa melacak emosi, pemikiran, karakterisasi, yang kesemuanya itu terhidang di panggung lewat action alias gerak. Oleh karena itu, tidaklah berlebihan apabila seorang pakar drama kenamaan Moulton menyebut drama sebagai ’life presented in action’, alias drama adalah hidup yang ditampilkan dalam gerak. Dengan demikian, secara lebih ringkas drama adala salah satu bagian dari genre sastra yang menggambarkan kehidupan dengan mengemukakan tikaian dan emosi lewat lakuan dan dialog, yang dirancang untuk pementasan di panggung (Sudjiman, 1990).
UNSUR-UNSUR DRAMA
1. Dalam drama tradisional (khususnya Aristoteles), lakon haruslah bergerak maju dari suatu beginning (permulaan), melalui middle (pertengahan), dan menuju pada ending (akhir). Dalam teks drama disebut sebagai eksposisi, komplikasi, dan resolusi.
Eksposisi, adala bagian awal yang memberikan informasi kepada penonton yang diperlukan tentang peristiwa sebelumnya atau memperkenalkan siapa saja tokoh-tokohnya yang akan dikembangkan dalam bagian utama dari lakon, dan memberikan suatu indikasi mengenai resolusi.

Komplikasi, berisi tentang konflik-konflik dan pengembangannya. Gangguan-gangguan, halangan-halangan dalam mencapai tujuan, atau kekeliruan yang dialami tokoh utamanya. Alam komplikasi inilah dapat diketahui bagaimana watak tokoh utama (yang menyangkut protagonis dan antagonisnya).

Resolusi, adalah bagian klimaks (turning point) dari drama. Resolusi haruslah berlanagsung secara logis dan memiliki kaitan yang wajar dengan apa-apa yang terjadi sebelumnya. Akhir dari drama bisa happy-en atau unhappy-end.

2. Karakter merupakan sumber konflik dan percakapan antartokoh. Dalam sebuah drama harus ada tokoh yang kontra dengan tokoh lain. Jika dalam drama karakter tokohnya sama maka tidak akan terjadi lakuan. Drama baru akan muncul kalau ada karakter yang saling berbenturan.

3. Dialog merupakan salah satu unsur vital. Oleh karena itu, ada dua syarat pokok yang tidak boleh diabaikan, yaitu (1) dialog harus wajar, emnarik, mencerminkan pikiran dan perasaan tokoh yang ikut berperan, (2) dialog harus jelas, terang, menuju sasaran, alamiah, dan tidak dibuat-buat.

UNSUR-UNSUR PEMENTASAN
  1. Dalam pentas drama sekurang-kurangnya ada 6 unsur yang perlu dikenal, yaitu (1) naskah drama, (2) sutradara, (3) pemeran, (4) panggung, (5) perlengkapan panggung : cahaya, rias, bunyi, pakaian, dan (6) penonton.
  2. Naskah drama. Adalah bahan pokok pementasan. Secara garis besar naskah drama dapat berbentuk tragedi (tentang kesedihan dan kemalangan), dan komedi (tentang lelucon dan tingka laku konyol), serta disajikan secara realis (mendekati kenyataan yang sebenarnya dalam pementasan, baik dalam bahasa, pakaian, dan tata panggungnya, serta secara simbolik (dalam pementasannnya tidak perlu mirip apa yang sebenarnya terjadi dalam realita, biasanya dibuat puitis, dibumdui musik-koor-tarian, dan panggung kosong tanpa hiasan yang melukiskan suatu realitas, misalnya drama karya Putu Wijaya. Naskah yang telah dipilih harus dicerna atau diolah, bahkan mungkin diubah, ditambah atau dikurangi disinkronkan dengan tujuan pementasan tafsiran sutradara, situasi pentas, kerabat kerja, peralatan, dan penonton yang dibayangkannya.
  3. Sutradara. Setelah naskah, faktor sutradara memegang peranan yang penting. Sutradara inilah yang bertugas mengkoordinasikan lalu lintas pementasan agar pementasannya berhasil. Ia bertugas membuat/mencari naskah drama, mencari pemeran, kerabat kerja, penyandang dana (produsen), dan dapat mensikapi calon penonton.
  4. Pemeran. Pemeran inilah yang harus menafsirkan perwatakan tokoh yang diperankannya. Memang sutradaralah yang menentukannya, tetapi tanpa kepiawaian dalam mewujudkan pemeranannya, konsep peran yang telah digariskan sutradara berdasarkan naskah, hasilnya akan sia-sia belaka.
  5. Panggung. Secara garis besar variasi panggung dapat dibedakan menjadi dua kategori. Pertama, panggung yang dipergunakan sebagai pertunjukan sepenuhnya, sehingga semua penonton dapat mengamati pementasan secara keseluruhan dari luar panggung. Kedua, panggung berbentuk arena, sehingga memungkinkan pemain berada di sekitar penonton.
  6. Cahaya. Cahaya (lighting) diperlukan untuk memperjelas penglihatan penonton terhadap mimim pemeran, sehingga tercapai atau dapa mendukung penciptaan suasana sedih, murung, atau gembira, dan juga dapat mendukung keratistikan set yang dibangun di panggung.
  7. Bunyi (sound effect). Bunyi ini memegang peran penting. Bunyi dapat diusahakan secara langsung (orkestra, band, gamelan, dsb), tetapi juga dapat lewat perekaman yang jauh hari sudah disiapkan oleh awak pentas yang bertanggung jawab mengurusnya.
  8. Pakaian. Sering disebut kostm (costume), adalah pakaian yang dikenakan para pemain untuk membantu pemeran dalam menampilkan perwatakan tokoh yang diperankannya. Dengan melihat kostum yang dikenakannya para penonton secara langsung dapat menerka profesi tokoh yang ditampilkan di panggung (dokter, perawat, tentara, petani, dsb), kedudukannya (rakyat jelata, punggawa, atau raja), dan sifat sang tokoh trendi, ceroboh, atau cermat).
  9. Rias. Berkat rias yang baik, seorang gadis berumur 18 tahun dapat berubah wajah seakan-akan menjadi seorang nenek-nenek. Dapat juga wajah tampan dapat dipermak menjadi tokoh yang tampak kejam dan jelek. Semua itu diusahakan untuk lebih membantu para pemeran untuk membawakan perwatakan tokoh sesuai dengan yang diinginkan naskah dan tafsiran sutradara.
  10. Penonton. Dalam setiap pementasan faktor penonton perlu dipikirkan juga. Jika drama yang dipentaskan untuk para siswa sekolah sendiri, faktor mpenonton tidak begitu merisaukan. Apabila terjadi kekeliruan, mereka akan memaafkan, memaklumi, dan jika pun mengkritik nadanya akan lebih bersahabat. Akan tetapi, dalam pementasan untuk umum, hal seperti tersebut di atas tidak akan terjadi. Oleh karena itu, jauh sebelum pementasan sutradara harus mengadakan survei perihal calon penonton. Jika penontonnya ”ganas” awak pentas harus diberi tahu, agar lebih siap, dan tidak mengecewakan para penonton.
PEMBAGIAN TUGAS DALAM PEMENTASAN
  1. Sebelum sampai pada penggarapan naskah untuk pementasan, terlebih dahulu perlu kita kenal beberapa fungsi atau peran dalam pementasan. Pada dasarnya kerja pementasan adalah kerja kelompok atau tim. Tim terbagi menjadi dua, yaitu tim penyelenggara dan tim pementasan. Yang dimaksud tim penyelenggara pementasan adalah orang-orang yang bekerja untuk melaksanakaan "acara" pementasan. Tim penyelenggara meliputi ketua panitia (pimpinan produksi), sekretasis, bendahara, sie dana, sie publikasi, sie perlengkapan, sie dokumentasi, si konsumsi, dam masih banyak lagi. Tim ini berperan dalam "menjual" karya seni (drama). Sukses tidaknya acara pementasan (dengan indikasi jumlah penonton yang banyak, keuntungan finansial minimal balik modal, apresiasi penonton, soundsistem, lighting yang bagus) bergantung pada tim ini.
  2. Tim kedua adalah tim pementasan. Yang dimaksud tim pementasan adalah sekelompok orang yang bertugas menyajikan karya seni (drama) untuk ditonton. Tim pementasan terdiri dari sutradara, penulis naskah, tim artistik, tim tata rias, tim kostum, tim lighting, dan aktor. Sebenarnya tim pementasan ini terbagi menjadi dua kelompok yaitu tim on stage (di atas panggung) atau aktor, dan tim behind stage (belakang panggung). Kedua tim ini memiliki peran yang sama dalam mensukseskan pertunjukan/pementasan.
  3. Pertama-tama kita bahas dulu tim pementasan beserta tugas dan kewenangannya.
  • Sutradara. Seperti kita ketahui bersama, sutradara adalah pimpinan pementasan. Ia bertugas melakukan casting (memilih pemain sesuai peran dalam naskah), mengatur akting para aktor, dan mengatur kru lain dalam mendukung pementasan. Pada dasarnya seorang sutradara berkuasa mutlak sekaligus bertanggung jawab mutlak atas pementasan.
  • Penulis Naskah. Sebenarnya ketika sebuah naskah dipilih untuk dipentaskan, penulis naskah sudah "mati". Artinya, ia tidak memiliki hak lagi untuk mengatur visualisasi atas naskahnya. Tanggung jawab visualisasi ada pada sutradara. Biasanya, dalam perencanaan akting, seorang penulis naskah hanya diminta sebagai komentator.
  • Penata Panggung. Tugas utama penata panggung adalah mewujudkan latar (setting panggung) seperti yang diinginkan oleh sutradara. Biasanya sutradara akan berdiskusi dengan penata panggung untuk mewujudkan setting panggung yang mendukung cerita.
  • Penata Cahaya. Tugas utama penata cahaya adalah merencanakan sekaligus memainkan pencahayaan pada saat pementasan sehingga pencahayaan mendukung penciptaan latar suasana panggung. Jelas bahwa penata caha perlu berkoordinasi dengan penata panggung. Seorang penata cahaya harus memiliki pengetahuan memadai dalam hal mixer cahaya.
  • Penata Rias dan Busana. Tugas utama penata rias dan busana adalah mewujudkan rias dan kostum para aktor sesuai dengan karakter tokoh yang dituntut oleh sutradara. Biasanya, penata rias dan busana berkoordinasi erat dengan sutradara.
  • Penata Suara. Tugas utama penata suara adalah mewujudkan sound effect yang mendukung pementasan. Bersama dengan penata busana, penata panggung, dan penata cahaya, penata suara menciptakan latar yang mendukung pementasan. Jelas bahwa prasyarat untuk menjadi penata suara adalah memiliki kemampuan mengelola soundsistem dan soundeffect
  • Aktor. Tugas utama aktor adalah memerankan tokoh yang ditugaskan kepadanya oleh sutradara.
4. Tim penyelenggaran dan kewenangannya adalah sebagai berikut.
  • Ketua Panitia
  • Sekretaris
  • Bendahara
  • Sie Acara
  • Sie Dana
  • Sie Dokumentasi
  • Sie Perlengkapan
  • Sie Konsumsi
  • Sie Tempat

BAB II 
PEMBAHASAN
A. Pengertian Drama
Kata drama berasal dari bahasa Yunani Draomai yang berarti berbuat, berlaku, bertindak. Jadi drama bisa berarti perbuatan atau tindakan. 

Arti pertama dari Drama adalah kualitas komunikasi, situasi, actiom (segala yang terlihat di pentas) yang menimbulkan perhatian, kehebatan (axcting), dan ketegangan pada para pendengar. 

Arti kedua, menurut Moulton Drama adalah hidup yang dilukiskan dengan gerak (life presented in action).
Menurut Ferdinand Brunetierre : Drama haruslah melahirkan kehendak dengan action.
Menurut Balthazar Vallhagen : Drama adalah kesenian melukiskan sifat dan sifat manusia dengan gerak.

Arti ketiga drama adalah cerita konflik manusia dalam bentuk dialog yang diproyeksikan pada pentas dengan menggunakan percakapan dan action dihadapan penonton (audience)

Adapun istilah lain drama berasal dari kata drame, sebuah kata Perancis yang diambil oleh Diderot dan Beaumarchaid untuk menjelaskan lakon-lakon mereka tentang kehidupan kelas menengah. Dalam istilah yang lebih ketat, sebuah drama adalah lakon serius yang menggarap satu masalah yang punya arti penting – meskipun mungkin berakhir dengan bahagia atau tidak bahagia – tapi tidak bertujuan mengagungkan tragedi. Bagaimanapun juga, dalam jagat modern, istilah drama sering diperluas sehingga mencakup semua lakon serius, termasuk didalamnya tragedi dan lakon absurd. 

Drama adalah satu bentuk lakon seni yang bercerita lewat percakapan dan action tokoh-tokohnya. Akan tetapi, percakapan atau dialog itu sendiri bisa juga dipandang sebagai pengertian action. Meskipun merupakan satu bentuk kesusastraan, cara penyajian drama berbeda dari bentuk kekusastraan lainnya. Novel, cerpen dan balada masing-masing menceritakan kisah yang melibatkan tokoh-tokoh lewat kombinasi antara dialog dan narasi, dan merupakan karya sastra yang dicetak. Sebuah drama hanya terdiri atas dialog; mungkin ada semacam penjelasannya, tapi hanya berisi petunjuk pementasan untuk dijadikan pedoman oleh sutradara. Oleh para ahli, dialog dan tokoh itu disebut hauptext atau teks utama; petunjuk pementasannya disebut nebentext atau tek sampingan.

Contoh;
Chaterina ( bergegas masuk, membawa berita bagus ); Raina ! ( ia mengucapkan Raina, dengan tekanan pada i ) Raina ! ( ia menunjuk ketempat tidur, berharap menemukan Raina disitu ) Mengapa, di mana….! ( Raina menoleh kedalam ruangan).

Fase-fase dalam kurung diatas adalah petunjuk permainan untuk sutradara dan pemain. Ini memandu para aktor dan sutradara maupun tetang penataan perlengkapan panggung. George Bernard Shaw ( 1856 – 1950 ), pelopor realisme dalam sejarah drama Inggris, memberi petunjuk secara panjang lebar pada nebentext-nya yang ditemukan dalam kebanyakan naskahnya karena ia tidak ingin interprestasi lakon-lakonnya menyeleweng dari apa yang sebenarnya ia kehendaki.

Tidak adanya narasi dalam drama bisa digantikan oleh akting para pemain yang, dengan menghubunkan diri mereka sendiri dengan perlengkapan, perlampuan dan iringan musik, menciptakan suasan dan menghidupkan panggung itu menjadi dunia yang amat nyata. Disamping itu, penjelasan tentang tokoh disampaikan melalui dialog antara tokoh yang membicarakan tokoh lain. Pada puisi, daya ekpresi dan irama mentepati posisi yang dominan. Oleh karena itu, puisi tidak bercerita. Jika balada bertumpu pada narasi, sebab sebenarnya balada adalah kisah, atau cerita yang dinyanyikan. Contohnya, mahabarata dan ramayana dalam bentuk tembang. Puisi yang dibaca dengan baik menjadi dramatik, seperti yang dilakukan Rendra, aktor baik. Maka “Tidak tidak diragukan lagi drama kadang dianggap diambil dari kata dramen yang berarti sesuatu untuk dimainkan.”Mungkin drama memperoleh hampir semua efektivitasnya dari kemampuannya untuk mengatur dan menjelaskan pengalaman manusia. Oleh karenanya, drama, seperti halnya karya sastra pada umumnya, dapat dianggap sebagai interprestasi penulis lakon tentang hidup. Unsur dasar drama-perasaan,hasrat, konflik dan rekonsilasi merupakan unsur utama pengalaman manusia.

Dalam kehidupan nyata, semua pengalaman emosional tersebut merupakan kumpulan berbagai kesan yang saling ada hubungannya. Bagaimanapun juga, dalam drama, penulis lakon mampu mengorganisir semua pengalaman ini ke dalam satu pola yang bisa dipahami. Penonton melihat materi kehidupan nyata yang disajikan dalam bentuk yang padat makna dengan menghapus hal-hal yang tidak penting dan memberi tekanan kepada hal-hal yang penting.

Penulis lakon menulis drama untuk dipentaskan, ia menulis drama itu dengan membayangkan action dan ucapan para aktor diatas panggung. Jadi ucapan dan action yang terwujud dalam dialog itu adalah bagian paling penting, yang tanpa itu drama bukan benar-benar sebuah lakon. Karena itu, sebuah drama mewujudkan action, emosi, pemikiran, karakterisasi, yang perlu digali dari dialog-dialog itu. Adalah satu keharusan bagi seorang sutradra untuk menganalisis drama sebelum memanggugkan drama itu.

B. Sejarah Drama 
Kebanyakan dari kita mengira bahwa drama berasal dari Yunani Kuno. Namun demikian, sebuah buku yang berjudul A History of the theatre menunjukan pada kita bahwa pemujaan pada Dionisus, yang kelak diubah kedalam festival drama di Yunani, berasal dari Mesir Kuno. Tek Piramid yang bertanggal 4000SM. Adalah naskah Abydos Passion Play yang terkenal. Tentu saja para pakar masih meragukan apakah teks itu drama atau bukan sebelum Gaston Maspero menunjukan bahwa dalam teks tersebut ada petunjuk action dan indikasi berbagai tokohnya.

Ada tiga macam teori yang mempersoalkan asal mula drama. Menurut Brockett, drama mungkin telah berkembang dari upacara relijius primitif yang dipentaskan untuk minta pertolonga dari Dewa. Upacara ini mengandung banyak benih drama. Para pendeta sering memerankan mahluk superaalami atau binatang; dan kadang – kadang meniru action berburu, misalnya. Kisah-kisah berkembang sekitar beberapa ritus dan tetap hidup bahkan setelah upacara itu sendiri sudah tidak diadakan lagi. Kelak mite-mite itu merupakan dasar dari banyak drama.

Teori kedua memberi kesan bahwa himne pujian dinyanyikan bersama didepan makam seorang pahlawan. Pembicara memisahkan diri dari koor dan memperagakan perbuatan-perbuatan dalam kehidupan almarhum pahlawan itu. Bagian yang diperagakan makin lama makin rumit dan koor tidak dipakai lagi. Seorang kritisi memberi kesan bahwa sementara koor makinlama makin kurang penting, muncul pembicara lain. Dialog mulai terjadi ketika ada dua pembicara diatas panggung.

Teori ketiga memberi kesan bahwa drama tumbuh dari kecintaan manusia untuk bercerita. Kisah – kisah yang diceritakan disekeliling api perkemahan menciptakan kembali kisah – kisah perburuan atau peperangan, atau perbuatan gagah seorang pahlawan yang telah gugur. Ketiga teaori itu merupakan cikal-bakal drama. Meskipun tak seorang pun merasa pasti mana yang terbaik, harus diingat bahwa ketiganya membicarakan tentang action. Konon, action adalah intisari dari seni pertunjukan.

C. Unsur – unsur Drama
Unsur-unsur dalam drama meliputi :
  1. Tema : gagasan/ide/dasar cerita.
  2. Alur : tahapan cerita yang bersambungan. Meliputi Pemaparan, pertikaian, penggawatan, klimaks, peleraian. Dilihat dari cara menyusun : alur maju/lurus, alur mundur, alur sorot balik, alur gabungan.
  3. Tokoh : Pemain/orang yang berperan dalam cerita.
  • Tokoh dilihat dari watak : protagonis, antagonis, dan tritagonis 
  • Tokoh dilihat dari perkembangan watak : tokoh bulat dan tokoh datar. 
  • Tokoh dilihat dari kedudukan dalam cerita : tokoh utama(sentral) dan tokoh bawahan (sampingan). 
4) Latar : bagian dari cerita yang menjelaskan waktu dan tempat kejadian ketikatokoh mengalami peristiwa 
Latar terbagi dalam : 
  • latar sosial : latar yang berupa, waktu, suasana, masa, bahasa. 
  • latar fisik : latar yang berupa benda-benda di sekitar tokoh misal, rumah, ruang tamu, dapur, sawah, hutan, pakaian/ baju. 
5) Amanat : pesan atau sisipan nasihat yang disampaikan pengarang melalui tokoh dan konflik dalam suatu cerita. 

Hal mendasar yang membedakan antara karya sastra puisi, prosa, dan drama adalah pada bagian dialog. Dialog adalah komunikasi antar tokoh yang dapat dilihat (bila dalam naskah drama) dan didengar langsung oleh penonton, apabila dalam bentuk drama pementasan.

D. Struktur Drama
Seorang Aristoteles, filsuf Yunani yang hidup sekitar 300 S.M. telah menulis Poetics. Untuk mengenali plot, karakter, pikiran, diksi, musik dan spektakel dari tragedi. Kelak identifikasi itu dianggap sebagai falsafah dasar dari strukturalisme yang oleh T.S. Eliot disebut the Formalistick Approach. 

Strukturdramatik :
  • Eksposisi : Isinya pemaparan masalah utama atau konflik utama yang berkaitan dengan posisi diametral antara protagonis dan antagonis. Hasil akhir : Antagonis berhasil menghimpun kekuatan yang lebih dominan.
  • Raising Action : Isinya menggambarkan pertentangan kepentingan antar tokoh. Hasil akhir : Protagonis tidak berhasil melemahkan Antagonis. Antagonis mengancam kedudukan Protagonis. Krisis diawali.
  • Complication : Isinya perumitan pertentangan dengan hadirnya konflik sekunder. Pertentangan meruncing dan meluas, melibatkan sekutu kedua kekuatan yang berseteru. Hasil akhir : Antagonis dan sekutunya memenangkan pertentangan. Kubu protagonis tersudut.
  • Klimaks : Isinya jatuhnya korban dari kubu Protagonis, juga korban dari kubu Antagonis. Hasil akhir : Peristiwa-peristiwa tragis dan menimbulkan dampak besar bagi perimbangan kekuatan antar kubu.
  • Resolusi : Isinya hadirnya tokoh penyelamat, bisa muncul dari kubu protagonis atau tokoh baru yang berfungsi sebagai penyatu kekuatan kekuatan konflik, sehingga situasi yang kosmotik dapat tercipta kembali. Pada tahap ini, pesan moral disampaikan, yang biasanya berupa solusi moral yang berkaitan dengan tema atau konflik yang sudah diusung.
Berikut contoh penggunaan struktur drama dalam Drama Romeo Juliet.
Pada awal plot kita ada eksposisi. Ini memberi penonton informasi yang diperlukan tentang peristiwa sebelumnya, situasi sekarang atau tokoh-tokohnya. Dalam kebanyakan lakon, sudah sejak awal pengarang memberi tekanan kepada satu pertanyaan atau konplik penting. Pada awal kisah Romeo and Juliet, Shakespeare telah menyajikan pertengkaran antara Sampson, Gregory lawan Baltazar dan Abraham, satu penjelasan yang memberi ‘Leitmotive’ kepada tema, konplik dan rekonsiliasinya.

Gregory : Anda berkelahi, ya ?
Abraham : Berkelahi? Ah, ngak, nggak!
Sampson : Tapi kalau ya, saya memihak anda, saya mengabdi sebaik anda
Abraham : ah, tak akan lebih baik.
Sampson : Baiklah
Gregory : (kesamping kepada Sampson, melihat Tybalt keluar panggung)
Katakanlah lebih baik. Itu salah satu dari orang majikanku datang.
Sampson : Ya, lebih baik.
Abraham : Bohong!
Sampson : Cabut pedangmu, kalau kamu lelaki. Gregory, ingat hantamanmu.( mereka berkelahi ).

Dialog diatas menciptakan suasana babak itu dan suatu pelukisan singkat tapi lengkap tenatang konplik antara keluarga Montague versus keluarga Capulet yang akan menimbulkan bencana itu.

Terkadang juga ada eksposisi tentang tokoh-tokoh. Sebuah film berjudul Jango versus Santana dapat dijadikan contoh. Film itu dimulai dengan sebuah pemandangan. Sebidang tanah tandus dengan pohon-pohon kaktus tumbuh disana-sini. Sementara fokus kamera bergerak kearah kanan, seorang lelaki dengan baju kotor dan basah kuyup tampak berlutut didepan sebuah makam. Lelaki itu berdiri dan kamera mengambil gambarnya dalam teknik medium. Posisi enface memberikan gambaran jelas tokot itu. Ia tak mengalami kemalangan, tapi ia menghadapinya dengan tegar. Pelukisan singkat tapi hampir lengkap dari tokoh tersebut memberi titik awal yang jelas untuk memulai film itu.

Dalam eksposisi itu, unsur-unsur konpliknya statis. Melalui satu insiden yang merangsang maka action mulai bergerak. Disini konflik dramatik besar mulai jelas menyatukan kejadian – kejadian dalam lakon itu. Insiden yang merangsang dalam Romeo and Juliet tampak ketika Tybalt mengenali Romeo dan ingin menantang berkelahi. Presiden dari stimulasi itu terjadi ketika inang memberi tahu Juliet bahwa Romeo adalah anggota keluarga Montague. Unsur statis dalam eksposisi itu mulai bergerak dan konflik sehari-hari antara Sampson versus Abraham makin lama makin menjadi makin serius. ( Babak I ) timbul serentetan konflik ketika Romeo membocorkan rahasianya kepada teman-temannya, memanjat tembok kebun keluarga Capulet, dan menunggu Juliet muncul dijendelanya waktu gadis itu muncul, keduanya saling mengungkapkan cinta dan memutuskan untuk kawin lari ( Babak II). Makin lama lakon itu makin tegang sampai pendeta sampai pendeta Laurence berharap, setelah menyeleggarakan upacara pernikahan, pertikaian antara keluarga itu akan berakhir dan Romeo berpendapat begitu. Kisah cinta sederhana antara pemuda dan pemudi itu sekarang berkembang menjadi idealisme yang melibatkan masalah besar yang dihadapi kedua orang tua itu. Tidak diragukan bahwa konflikasi tersebut menuju suatu krisi, satu titik balik ketika informasi yang sebelumnya dirahasiakan sedikit sebagian terungkap dan masalah dramatik itu bisa dijawab.

Meskipun Juliet sudah menikah dengan Romeo, ia tidak berterus terang pada ayahnya. Oleh karenanya itu, Capulet tetap menjalankan rencananya untuk menikahkan Juliet dengan Paris. Karena pernikahan akan berlangsung pada hari kamis, pendeta Laurence mengusulkan agar pada hari rabu Juliet harus menelan ramuan yang akan membuatnya mati suri; sementara Laurence akan mengirimkan pesan pada Romeo untuk menyelamatkan Juliet dari makam keluarga Capulet, karena ia merasa yakin gadis itu akan dimakamkan disana. Capulet, karena ditentang oleh putrinya, memutuskan untuk mengajukan pernikahan itu sehari. Rencana itu membuat Juliet harus segera mereguk racun tadi. Agar rencananya tidak terhalang, ia menyuruh inang keluar dan tanpa pikir panjang langsung mereguk racun tadi. Paginya inang menemukan Juliet sudah tak bernyawa. Laurence dan Paris tiba; tapi upacara pernikahan harus diubah menjadi upacara pemakaman ( Babak IV ).

Bagian terakhir dari lakon itu, sering disebut resolusi, berkembang dari krisis sampai tirai ditutup untuk terakhir kalinya. Ini terkadang mengumpulkan berbagai alur action dan membawa situasinya ke suatu keseimbangan baru, dengan demikian hasilnya bisa jadi memuaskan, tapi mungkin juga mengecewakan harapan penonton.

Karena tidak tahu bahwa Jliet hanya kelihatannya mati, Balthazar tiba di Mantua sebelum pendeta tiba dan memberi tahukan tentang kematian Juliet. Mendengar itu Romeo membeli racun untuk bunuh diri dimakam Juliet. Setelah membunuh Paris, Romeo mereguk racun itu. Ketika terjaga, Juliet menemukan Romeo yang sudah mati dan bunuh diri. Pertikaian kedua keluarga itu berakhir di atas dua kekasih yang sudah mati ( Babak V )

E. Kelengkapan Drama
  • Naskah drama : skrip yang dijadikan panduan pemain sebelum pentas. 
  • Penulis naskah : orang yang menulis skenario dan dialog dalam bentuk jadi naskah drama 
  • Sutradara : orang yang memimpin atau yang mengatur suatu kelompok drama. 
  • Pemain : orang yang berperan melakonkan cerita 
  • Lighting : pengatur cahaya dalam pementasan 
  • Tata busana/make up : bagian kelengkapan drama yang bertugas merias dan memakaian propertis pakaian 
  • Tata suara : pengatur suara untuk memunculkan efek tertentu dalam pementasan 
  • Tata panggung : kelengkapan drama yang mengatur latar setiap adegan 
  • Panggung : tempat bagi pemain untuk melakonkan cerita 
F. Jenis – jenis Drama 
Drama menurut masanya dapat dibedakan dalam dua jenis yaitu drama baru dan drama lama. 
1. Drama Baru / Drama Modern 
Drama baru adalah drama yang memiliki tujuan untuk memberikan pendidikan kepada mesyarakat yang umumnya bertema kehidupan manusia sehari-hari. 

2. Drama Lama / Drama Klasik 
Drama lama adalah drama khayalan yang umumnya menceritakan tentang kesaktian, kehidupan istanan atau kerajaan, kehidupan dewa-dewi, kejadian luar biasa, dan lain sebagainya. 

Macam-Macam Drama Berdasarkan Isi Kandungan Cerita : 
  • Drama Komedi Drama komedi adalah drama yang lucu dan menggelitik penuh keceriaan. 
  • Drama Tragedi Drama tragedi adalah drama yang ceritanya sedih penuh kemalangan. 
  • Drama Tragedi Komedi Drama tragedi-komedi adalah drama yang ada sedih dan ada lucunya. 
  • Opera Opera adalah drama yang mengandung musik dan nyanyian. 
  • Lelucon / Dagelan Lelucon adalah drama yang lakonnya selalu bertingkah pola jenaka merangsang gelak tawa penonton. 
  • Operet / Operette Operet adalah opera yang ceritanya lebih pendek. 
  • Pantomim Pantomim adalah drama yang ditampilkan dalam bentuk gerakan tubuh atau bahasa isyarat tanpa pembicaraan. 
  • Tablau Tablau adalah drama yang mirip pantomim yang dibarengi oleh gerak-gerik anggota tubuh dan mimik wajah pelakunya. 
  • Passie Passie adalah drama yang mengandung unsur agama / relijius. 
  • Wayang Wayang adalah drama yang pemain dramanya adalah boneka wayang. Dan lain sebagainya. 
G. AKTING YANG BAIK 
Akting tidak hanya berupa dialog saja, tetapi juga berupa gerak. Dialog yang baik ialah dialog yang : 
  • terdengar (volume baik) 
  • jelas (artikulasi baik) 
  • dimengerti (lafal benar) 
  • menghayati (sesuai dengan tuntutan/jiwa peran yang ditentukan dalam naskah) 
  • Gerak yang balk ialah gerak yang : 
  • terlihat (blocking baik) 
  • jelas (tidak ragu‑ragu, meyakinkan) 
  • dimengerti (sesuai dengan hukum gerak dalam kehidupan) 
  • menghayati (sesuai dengan tuntutan/jiwa peran yang ditentukan dalam naskah) 
Penjelasan : 
  • Volume suara yang baik ialah suara yang dapat terdengar sampai jauh. 
  • Artikulasi yang baik ialah pengucapan yang jelas. Setiap suku kata terucap dengan jelas dan terang meskipun diucapkan dengan cepat sekali. Jangan terjadi kata‑kata yang diucapkan menjadi tumpang tindih. 
  • Lafal yang benar pengucapan kata yang sesuai dengan hukum pengucapan bahasa yang dipakai . Misalnya berani yang berarti “tidak takut” harus diucapkan berani bukan ber‑ani. 
  • Menghayati atau menjiwai berarti tekanan atau lagu ucapan harus dapat menimbulkan kesan yang sesuai dengan tuntutan peran dalam naskah. 
  • Blocking ialah penempatan pemain di panggung, diusahakan antara pemain yang satu dengan yang lainnya tidak saling menutupi sehingga penonton tidak dapat melihat pemain yang ditutupi. 
  • Pemain lebih baik terlihat sebagian besar bagian depan tubuh daripada terlihat sebagian besar belakang tubuh. Hal ini dapat diatur dengan patokan sebagai berikut 
  1. Kalau berdiri menghadap ke kanan, maka kaki kanan sebaiknya berada didepan. 
  2. Kalau berdiri menghadap ke kiri, maka kaki kiri sebaiknya berada didepan. 
  3. Harus diatur pula balance para pemain di panggung. Jangan sampai seluruh pemain mengelompok di satu tempat. Dalam hal mengatur balance, komposisinya: 
  4. Bagian kanan lebih berat daripada kiri 
  5. Bagian depan lebih berat daripada belakang 
  6. Yang tinggi lebih berat daripada yang rendah 
  7. Yang lebar lebih berat daripada yang sempit 
  8. Yang terang lebih berat daripada yang gelap 
  9. Menghadap lebih berat daripada yang membelakangi 
Komposisi diatur tidak hanya bertujuan untuk enak dilihat tetapi juga untuk mewarnai sesuai adegan yang berlangsung; Jelas, tidak ragu‑ragu, meyakinkan, mempunyai pengertian bahwa gerak yang dilakukan jangan setengah‑setengah bahkan jangan sampai berlebihan. Kalau ragu‑ragu terkesan kaku sedangkan kalau berlebihan terkesan over acting. Dimengerti, berarti apa yang kita wujudkan dalam bentuk gerak tidak menyimpang dari hukum gerak dalam kehidupan. Misalnya bila mengangkat barang yang berat dengan tangan kanan, maka tubuh kita akan miring ke kiri, dsb. Menghayati berarti gerak‑gerak anggota tubuh maupun gerak wajah harus sesuai tuntutan peran dalam naskah, termasuk pula bentuk dan usia. 

H. PERKEMBANGAN DRAMA DI INDONESIA 
Perkembangan drama di Indonesia tak sesemarak dan setua perkembangan puisi dan prosa. Kalau puisi dan prosa mengenal puisi lama dan porsa lama, tak demikianlah dengan drama. Genre sastra drama di Indonesia benar-benar baru, seiring dengan perkembangan pendidikan di Indonesia, muncul pada tahun 1900-an. 

Sastra drama di Indonesia ditulis pada awal abad 19, tepatnya tahun 1901, oleh seorang peranakan Belanda bernama F. Wiggers, berupa sebuah drama satu babak berjudul Lelakon Raden Beij Soerio Retno. Untuk selanjutnya bermunculanlah naskah-naskah drama dalam bahasa Melayu Rendah yang ditulis oleh para pengarang peranakan Belanda dan atau Tionghoa. 

Selanjutnya, anak Indonesia sendiri yang mulai menulis drama. Berikut ini Anda akan disuguhi beberapa dramawan Indonesia dari mulai Rustam Effendi (lahir 1903) sampai dengan Hamdy Salad (lahir 1961). 

I. MANFAAT DRAMA/TEATER 
Banyak hal yang dapat kita raih dalam bermain drama, baik fisik maupun psikis. Pembicaraan ini tidak akan memisahkan secara rinci antara bermain drama dan teater, karena keduanya merupakan satu kesatuan yang utuh. Di bawah ini akan diuraikan manfaat bermain drama atau teater. 
a. Meningkatkan pemahaman 
Meningkatkan pemahaman kita terhadap fenomena dan kejadian-kejadian yang sering kita saksikan dan kita hadapi dalam kehidupan sehari-hari. Kita menyadari bahwa memahami orang lain merupakan pekerjaan yang paling sulit dan membutuhkan waktu. Untuk itu drama/teater merupakan salah satu cara untuk memecahkannya. Dengan bermain drama atau berteater kita selalu berkumpul dengan orang-orang yang sama sekali berbeda dengan diri kita. Dari segi individual differences inilah kita dituntut untuk memahami orang lain. Pemahaman kita kepada orang lain tidak hanya dilihat dari orangnya, melainkan keseluruhan orang tersebut. Meliputi sifat, watak, cara berbicara, cara bertindak (tingkah laku), cara merespon suatu masalah, merupakan keadaan yang harus kita pahami dari orang tersebut. 

b. Mempertajam kepekaan emosi 
Drama melatih kita untuk menahan rasa, melatih kepekaan rasa, menumbuhkan kepekaan, dan mempertajam emosi kita. Rasa kadang kala tidak perlu dirasakan, karena sudah ada dalam diri kita. Perlu diingat bahwa rasa, sebagai sesuatu yang khas, perlu dipupuk agar semakin tajam. Apa yang ada dihadapan kita perlu adanya rasa. Kalau tidak, maka segala sesuatu yang ada akan kita anggap wajar saja. Padahal sebenarnya tidak demikian. Kita semakin peka terhadap sesuatu tentu saja melalui latihan yang lebih. Rasa indah, seimbang, tidak cocok, tidak asyik, tidak mesra adalah bagian dari emosi. Oleh karena itu, perasaan perlu ditingkatkan untuk mencapai kepuasan batin. 

Drama menyajikan semua itu. Peka panggung, peka kesalahan, peka keindahan, peka suara atau musik, peka lakuan yang tidak enak dan enak, semua berasal dari rasa. Semakin kita perasa semakin halus pula tanggapan kita terhadap sesuatu yang kita hadapi. 

c. Pengembangan ujar 
Naskah drama sebagai genre sastra, hampir seluruhnya berisi cakapan. Cakapan secara tepat, intonasi, maka ujar kita semakin jelas dan mudah dipahami oleh lawan bicara. Kejelasan tersebut dapat membantu pendengar untuk mencerna makna yang ada. Harus ada kata yang ditekankan supaya memudahkan pemaknaan. Dimana kita memberi koma (,) dan titik (.). hampir keseluruhan konjungsi harus diperhatikan selam kita berlatih membaca dalam bermain drama. Suara yang tidak jelas dapat berpengaruh pada pendengar dan lebih-lebih pemaknaan pendengar atau penonton. Di sini perlu adanya kekuatan vokal dan warna vokal yang berbeda dalam setiap situasi. Tidak semua situasi memerlukan vokal yang sama. Tidak semua kalimat harus ditekan melainkan pasti ada yang dipentingkan. Drama memberi semua kemungkinan ini. Sebagai salah satu karya sastra yang harus dipentaskan dan berisi lakuan serta ucapan. 

d. Apresiasi dramatik. 
Apresiasi dramatik dikatakan sebagai pemahaman drama. Realisasi pemahaman ini adalah dengan pernyataan baik dan tidak baik. Kita bisa memberi pernyataan tersebut jika kita tidak pernah mengenal drama. Semakin sering kita menonton pementasan drama semakin luas pula pemahaman kita terhadap drama atau teater. Karena itulah, kita dituntut untuk lebih meningkatkan kecintaan kita terhadap drama. Hal ini dilakukan dengan tujuan memperoleh wawasan dramatik yang lebih baik. 

e. Pembentukan Postur Tubuh 
Postur berkaitan erat dengan latihan bermain drama, latihan ini dibagi menjadi dua golongan besar, yaitu dasar dan lanjut. Yang termasuk latihan dasar ini adalah latihan vokal dan latihan olah tubuh. Yang terkait dengan postur adalah olah tubuh. Kelenturan tubuh diperlukan dalam bermain drama, sebab bermain drama memerlukan gerak-gerik. Gerak-gerik inilah yang nantinya dapat membentuk postur tubuh kita sedemikian rupa. 

f. Berkelompok (Bersosialisasi) 
Bermain drama tidak mungkin dilaksanakan sendirian, kecuali monoplay. Bermain drama, secara umum, dilakukan secara berkelompok atau group. Betapa sulitnya mengatur kelompok sudah kita pahami bersama, bagaimana kita bisa hidup secara berkelompok adalah bergantung pada diri kita sendiri. Masing-masing orang dalam kelompok drama memiliki tugas dan tanggung jawab yang sama. Tak ada yang lebih dan tak ada yang kurang, semuanya sama rendah dan sama tinggi, sama-sama penting. Untuk itu, drama selalu menekankan pada sikap pemahaman kepada orang lain dan lingkungannya. Kelompok drama harus merupakan satu kesatuan yang utuh. Semua unsur dalam drama tidak ada yang tidak penting, melainkan semuanya penting. Rasa kebersamaan, memiliki, dan menjaga keharmonisan kelompok merupakan tanggung jawab dan tugas semua anggota kelompok itu. Bukan hanya tugas dan tanggung jawab ketua kelompok. Baik buruknya pementasan drama tidak akan dinilai dari salah seorang anggota kelompok tetapi semua orang yang terlibat dalam pementasan. Oleh karena itu, perlu adanya kekompakan, kebersamaan, dan kesatuan serta keutuhan. 

g. Menyalurkan hobi 
Bermain drama dapat juga dikatakan sebagai penyalur hobi. Hobi yang berkaitan dengan sastra secara umum dan drama khususnya. Dalam drama terdapat unsur-unsur sastra. Drama sebagai seni campuran (sastra, tari, arsitektur). 

BAB III 
PENUTUP 
A. Kesimpulan 
  • Drama adalah satu bentuk lakon seni yang bercerita lewat percakapan dan action tokoh-tokohnya. Akan tetapi, percakapan atau dialog itu sendiri bisa juga dipandang sebagai pengertian action. 
  • Sebuah buku yang berjudul A History of the theatre menunjukan pada kita bahwa pemujaan pada Dionisus, yang kelak diubah kedalam festival drama di Yunani, berasal dari Mesir Kuno. Tek Piramid yang bertanggal 4000SM. Adalah naskah Abydos Passion Play yang terkenal. 
BAB I
PENDAHULUAN
Sastra pada dasarnya merupakan ciptaan, sebuah kreasi bukan semata - mata sebuah imitasi (dalam Luxemburg, 1989: 5). Karya sastra sebagai bentuk dan hasil sebuah pekerjaan kreatif, pada hakikatnya adalah suatu media yang mendayagunakan bahasa untuk mengungkapkan tentang kehidupan manusia. Oleh sebab itu, sebuah karya sastra, pada umumnya, berisi tentang permasalahan yang melingkupi kehidupan manusia. Kemunculan sastra lahir dilatar belakangi adanya dorongan dasar manusia untuk mengungkapkan eksistensi dirinya. (dalam Sarjidu, 2004: 2).

Biasanya kesusastraan dibagi menurut daerah geografis atau bahasa. Jadi, yang termasuk dalam kategori Sastra adalah: Novel cerita/cerpen (tertulis/lisan), syair, pantun, sandiwara/drama, lukisan/kaligrafi.

Drama / teater adalah salah satu sastra yang amat popular hingga sekarang. Bahkan di zaman ini telah terjadi perkembangan yang sangat pesat di bidang teater. Contohnya sinetron, film layar lebar, dan pertunjukan – pertunjukan lain yang menggambarkan kehidupan makhluk hidup.

Selain itu, seni drama / teater juga telah menjadi lahan bisnis yang luar biasa. Dalam hal ini, penyelanggara ataupun pemeran akan mendapat keuntungan financial serta menjadi terkenal, tetapi sebelum sampai ke situ seorang penyelenggara atau pemeran harus menjadi insan yang profesionalitas agar dapat berkembang terus.

Berdasarkan ulasan di atas, maka penulis membuat makalah ini guna membantu para pembaca yang ingin menekuni dunia drama. Selain tentang pengertian dan unsur – unsur drama, makalah ini juga memuat catatan tentang manfaat drama serta dilengkapi juga dengan panduan bagaimana akting yang baik.

Demikian gambaran isi makalah ini dari penulis. Akhir kata, kami ucapkan terima kasih.

Selamat Membaca…!!

DAFTAR PUSTAKA 
1. http://sendratasik.wordpress.com/2008/12/05/pengertian-drama-dan-teknik-penulisan-naskah-drama/
2. http://www.slideshare.net/hanifphone/drama-429983
3. http://aamovi.wordpress.com/2009/03/26/pengertian-drama-dan-teater-2/
4. http://organisasi.org/arti-definisi-pengertian-drama-dan-jenis-macam-drama-pelajaran-bahasa-indonesia
5. http://my-name-is-sedre.jimdo.com/2009/05/09/pengetahuan-dasar-teater-dan-drama
6. http://awan965.wordpress.com/2008/02/27/perkembangan-sastra-di-indonesia/


BAB I
PENDAHULUAN
A. Drama
1. Pengertian Drama
Kata “drama” berasal dari “draien” (Yunani) yang diturunkan dari “draomai” yang berarti ‘berbuat’, ‘bertindak’, ‘beraksi’. Adapun drama sendiri adalah: hidup yang dilukiskan dengan gerak; kualitas komunikasi, situasi, aksi yang menimbulkan perhatian, kehebatan, dan ketegangan pada pendengar/penonton; ragam sastra dalam bentuk dialog yang dimaksudkan untuk dipertunjukkan di atas pentas; cerita konflik manusia dalam bentuk dialog, yang diproyeksikan pada pentas dengan menggunakan percakapan dan gerak atau lakuan di hadapan penonton.
2. Jenis Drama
a. Berdasarkan Jalinan Perasaan
1) Komedi
Komedi yakni drama atau cara bermain yang mengundang tawa, karena adanya kepincangan, kelucuan, dan pertentangan yang menggelikan antara tokoh, watak, kejadian, ujaran.
2) Tragedi
Tragedi yakni dimana tokoh utamanya melawan kekuatan dahsyat sehingga berakhir tragis, kadang bersifat magis.

b. Berdasarkan Tujuan
1) Drama Baca
Drama yang dimaksudkan hanya untuk dibaca, tidak untuk dipentaskan.
2) Drama Pentas
Drama yang memang diciptakan untuk dipentaskan. Drama ini di samping memiliki aspek literer juga memiliki aspek teateral.

c. Berdasarkan Media Pementasannya
1) Drama panggung
Drama yang dipentaskan di panggung. Merupakan tontonan langsung, bersifat tiga dimensional: lihatan, dengaran, dan rabaan. Penonton bebas menentukan dari sudut mana ia melihat para pemain.
2) Drama Radio
Drama yang disiarkan melalui radio. Penonton tidak berhadapan dengan pemain, bersifat monodimensional: dengaran (audirif) shg sangat mengandalkan suara untuk membangun imajinasi pendengar. Perwatakan tokoh, movement, latar harus diproyeksikan melalui suara. Mood dan texture suara menentukan watak tokoh. Sound-effect untuk latar.
3) Drama Televisi/Sinetron
Drama yang disiarkan melalui televisi. Penonton tidak berhadapan langsung dengan pemain, bersifat dua dimensional: lihatan dan dengaran (audio-visual). Sudut pandang penonton dibatasi oleh sudut pandang kamera (angel). Artistik ditentukan oleh Juru kamera, editor, di samping permainan para aktor.
4) Film
Film disini maksudnya mirip dengan drama televisi, hanya medianya layar. 

B. Alur
1. Pengertian Alur
Seorang pengarang dalam menggerakkan cerita tentu dengan jalan mengalirkan kisah itu melalui peristiwa demi peristiwa, sehingga jalan cerita dapat dimengerti oleh pembacanya. Jalan cerita tersebut layaknya disebut alur. Lebih jelasnya alur adalah rangkaian cerita yang dibentuk oleh tahapan-tahapan peristiwa sehingga menjalin suatu cerita yang dihadirkan oleh para pengarang dalam suatu cerita.

2. Jenis Alur
a. Alur Lurus atau Progresif
Apabila peristiwa-peristiwa yang dikisahkan bersifat kronologis atau runtut. Cerita dimulai dari tahap awal (penyituasian, pengenalan, pemunculan konflik), tengah (konflik meningkat, klimaks), dan akhir (penyelesaian). Alur progresif biasanya menunjukkan kesederhanaan dalam penceritaan, tidak berbelit-belit, dan mudah diikuti. Ini merupakan alur yang paling dominan digunakan dalam karya fiksi.
b. Alur Sorot Balik atau Flash-Back
Disebut juga alur regresif, yakni urutan kejadian yang dikisahkan dalam karya fiksi tidak bersifat kronologis. Cerita dimungkinkan dimulai dari tahap tengah atau akhir baru kemudian tahap awal cerita. Teknik pembalikan cerita dapat dilakukan melalui perenungan, penuturan kepada tokoh lain secara lisan maupun tertulis maupun penceritaan masa lalu tokoh lain.
c. Alur Campuran
Apabila dalam sebuah karya fiksi terdapat dua macam alur, yaitu progresif-regresif. Kedua alur tersebut digunakan secara bergantian. Menurut Suharianto dalam Meiga kedua alur yang digunakan dijalin dalam kesatuan yangpadu sehingga tidak menimbulkan kesan adanya sebuah cerita atau peristiwa yang terpisah baik waktu maupun kejadiannya. (2007:20)

2. Bagian-Bagian Alur
Alur drama disajikan dalam urutan babak dan adegan. 
a. Babak 
Babak adalah bagian terbesar dari drama. Pergantian babak bisa ditandai dengan layar yang turun, atau lighting sejenak dimatikan. Pergantian babak biasanya menandai pergantian latar (di panggung pergantian properti), baik latar waktu, atau latar tempat/ruang, atau keduanya. 
b. Adegan 
Adegan adalah bagian dari babak. Satu babak dapat terdiri atas beberapa adegan. Sebuah adegan hanya menggambarkan satu suasana. Pergantian adegan tidak selalu disertai pergantian latar.
3. Struktur Alur
Secara sederhana alur drama harus memiliki:
a. Bagian pembuka: eksposisi
Tahapan ini mengi-sahkan tentang kejadian yang telah terjadi dan yang sedang terjadi. Agar penikmat tidak merasa ahistoris dengan cerita yang sedang disajikan
b. Komplikasi
Tahap ini adala awal mula ketegangan dihadirkan. ketegangan akan menaik, lambat atau cepat menjadi keras.
c. Klimaks
Tahap ini adalah dimana tegangan tikaian atau konflik mencapai puncaknya.
d. Resolusi
Konflik telah memperoleh peleraian. Tegangan akibat terjadinya konflik mulai menurun
e. Keputusan
Penyelesaian (catastrophe: tragedi, denoument: komedi)

C. Penokohan
1. Pengertian Penokohan
Karakter atau penokohan adalah proses penampilan tokoh sebagai pembawa peran sifat-sifat pribadi atau watak dalam pentas drama. Karakter merupakan bahan paling aktif yang menggerakkan jalan cerita. Bila alur bercerita tentang peristiwa yang terjadi, maka karakter bercerita tentang alasan peristiwa terjadi. Jadi yang menggerakkan peristiwa adalah karakter
2. Analisis Penokohan
Analisis dalam penokohan atau karakter meliputi karakterisasi dan klasifikasi karakter.

a. Karakterisasi
Meski karakter adalah tokoh rekaan (dramatic personae) tetapi haruslah melukiskan orang yang hidup. Maka karakter harus tampil secara utuh, berpribadi, berwatak. Karakter disebut utuh jika memiliki karakteristik tiga dimensional:
1) Dimensi Fisiologis
ciri-ciri badani, seperti usia, jenis kelamin, keadaan tubuh, ciri-ciri muka, dll.
2) Dimensi Sosiologis
atar belakang kemasyarakatan, seperti status sosial, pekerjaan, jabatan, peran dalam masyarakat, pendidikan, kehidupan pribadi, pandangan hidup, kepercayaan/agama, ideologi, aktivitas sosial, organisasi, hobi, suku, bangsa, keturunan.
3) Dimensi Psikologis
latar belakang kejiwaan, seperti mentalitas, ukuran moral, temperamen, keinginan perasaan pribadi, sikap, kelakuan, tingkat kecerdasan, keahlian.

Dalam melukiskan watak karakter pengarang dapat menggunakan dua cara:
a. Secara Eksplisit
Melalui komentar pelaku lain, melalui monolog tokoh yang bersangkutan, dan melalui petunjuk teks samping
b. Secara Implisit
Melalui tindakan/perbuatan tokoh yang bersangkutan, melalui cara dan gaya bicaranya, melalui pikiran, perasaan atau kehendaknya, melalui hal-hal yang dibicarakan, dipikirkan, melalui penampilan fisiknya

b. Klasifikasi Karakter
Berdasarkan keharusan psikis:
1) Protagonis 
Peran utama, pahlawan, pusat cerita, pembawa moral cerita.
2) Antagonis
Peran lawan, musuh/penghalang protagonis yang menyebabkan konflik.
3) Tritagonis 
Peran penengah, pelerai, atau pengantara protagonis dan antagonis
4) Peran Pembantu
Secara langsung tidak terlibat dalam konflik tetapi diperlukan untuk menyelesaikan cerita.

Berdasarkan watak dasar:
  1. Tokoh baik: berwatak baik
  2. Tokoh durjana: berwatak jahat
Protagonis dan antagonis bersama-sama sering disebut tokoh sentral atau karakter mayor. Tritagonis dan peran pembantu disebut tokoh bawahan atau karakter minor. Klasifikasi protagonis melawan antagonis berdasarkan pada hakikat drama, yakni konflik. Di dalam drama terdapat konflik utama atau mayor yang mana merupakan penjabaran tema; dan konflik minor yang merupakan teknik karakterisasi. Konflik sendiri bisa terjadi antara :
  1. manusia X 1 manusia: 1 prota & 1 antagonis
  2. Manusia X 2/beberapa manusia: 1 prota & 2/beberapa antagonis
  3. Beberapa manusia X 1 manusia: kelompok protagonis & 1 antagonis
  4. Beberapa manusia X beberapa manusia: kelompok protagonis & kelompok antagonis
  5. Manusia “melawan” manusia
  6. Manusia “melawan” kekuatan yang lebih besar, misalnya kekuatan para dewa atau nasib
  7. Manusia “melawan” kekuatan alam
Karakter melakukan tindakan berdasarkan motivasi yang ada dalam diri manusia dan dari motivasi inilah dapat diketahui dimensi psikologis karakter. Terdapat tujuh motivasi dalam kehidupan manusia :
  1. Motivasi perhitungan: untuk mendapatkan imbalan
  2. Motivasi cinta: demi cinta, yang dimiliki, diidamkan, atau seseorang yang mencintainya
  3. Motivasi takut gagal: untuk menghindari kegagalan
  4. Motivasi beragama: atas nama Tuhan
  5. Motivasi pendendam: atas balas dendam
  6. Motivasi bangga: untuk membuatnya merasa bangga
  7. Motivasi cemburu: berdasarkan kecemburuan terhadap orang lain.
BAB II
ALUR DALAM DRAMA “KALI CILIWUNG”
KARYA MOCH. NUSJAHID P.
Analisis alur ditujukan pada segala “insiden” yang melibatkan konflik di dalam drama. Sebelum sampai pada analisis alur, terlebih dahulu membuat urutan “insiden” (satuan naratif) yang ada dalam drama. Urutan “insiden” ini juga mengisyaratkan pemahaman kita atas drama yang kita baca. Dari urutan “insiden” itulah kemudian dirangkai alur cerita, yakni urutan peristiwa berdasarkan hubungan sebab-akibat.

A. Insiden ”Kali Ciliwung” 
Berikut adalah insiden-insiden dalam ”Kali Ciliwung”. Dalam drama ”Kali Ciliwung” hanya terdapat satu babak, sehingga digunakan penomoran pada tiap insiden untuk lebih mempermudah nantinya dalam analisis struktur alur.
  1. Welas meminjam uang kepada Ijah, tetapi Karto tidak setuju
  2. Sauasana sepi, ijah masuk ”senthonge”
  3. Bakir datang mencari Ijah
  4. Bakir dan Karto adu mulut
  5. Karto dan Welas pergi mengantar dagangan
  6. Ijah dan Bakir berbincang-bincang
  7. Ijah dan Bakir ”Mantenan”
  8. Herlambanng datang dengan membaca puisi ”Kali Ciliwung”
  9. Bakir merasa ada yang memanggil-manggil Ijah
  10. Bakir dan Ijah merasa terganggu oleh suara Herlambang
  11. Bakir kaget bertemu Herlambang
  12. Bakir berkenalan dengan Herlambang 
  13. Ijah keluar dari ”senthong”
  14. Ijah mengajak Herlambang bersalaman
  15. Ijah dan Herlambang berbincang-bincang
  16. Bakir cemburu terus pergi
  17. Herlambang membacakan puisi untuk Ijah
  18. Ada Garukan 
  19. Ijah berdandan cantik akan kencan dengan Herlambang 
  20. Welas berkomentar dengan dandanan Ijah
  21. Ijah meminta pendapat Karto akan dandanannya
  22. Karto sedih karena tidak segera diberi momongan
  23. Karto menawari apa Ijah mau seumpama menjadi istrinya
  24. Ijah menangis dan mengancam akan mengadukan kepada Welas
  25. Welas bingung melihat Ijah menangis
  26. Welas marah dengan Karto yang ingin mencari istri lagi agar dapat punya anak
  27. Welas dan Karto bertengkar
  28. Ijah mencoba melerai Karto dan Welas
  29. Ijah marah dengan Welas karena dikatakan ” Lonthe”
  30. Ijah dan Welas berantem hebat
  31. Karto mencoba melerai 
  32. Bakir datang
  33. Ijah berlari berlari menghampiri Bakir dan merangkulnya
  34. Ijah dan Bakir pergi meninggalkan Karto dan Welas
  35. Bakir memuji kecantikan Ijah
  36. Bakir bertanya kepada Ijah akan kencan dengan siapa, dia atau Herlamban
  37. Ijah menjawab dengan Mas Bakir
  38. Bakir meminta Ijah menjadi istrinya
  39. Bakir dan Ijah berbincang-bincang
  40. Bakir meyakinkan bahwa Ijah pantas menjadi istrinya
  41. Perbincangan Bakir dan Ijah terhenti karena Herlambang datang, seperti biasa dengan membaca puisi
  42. Ijah terharu dengan isi puisi Herlambang hingga menangis
  43. Bakir mencegah Ijah untuk menghampiri Herlambang dan merangkulnya kuat
  44. Herlambang marah dan meminta Bakir melepaskan Ijah
  45. Herlambang dan Bakir Bertengkar, sampai Bakir mengeluarkan glati
  46. Ijah berteriak minta tolong
  47. Karto dan Welas datang, Karto mencoba melerai
  48. Ijah bingung memilih siapa yang dia suka, karena tidak hanya dua orang tapi tiga
  49. Welas, Bakir dan Herlambang kaget ketika tau Karto juga suka dengan Ijah
  50. Welas mengamuk kepada Karto
  51. Herlambang coba melerai
  52. Karto marah dan meninju Herlambang sampai jatuh karena berani ikut campur
  53. Ijah berlari menghampiri Herlambang yang tidak kuat berdiri
  54.  Welas merasa iba dan mencoba ikut menolong Herlambang
  55. Bakir menghampiri Herlambang dan menyerahkan Ijah kepada Herlambang, terus pergi tanpa menunggu jawaban Ija
  56. Herlambang Mengutarakan kepada Ijah bahwa ia ingin melamarnya
  57. Ijah kaget dan terus melihat Karto dan Welas seolah meminta persetujua
  58. Welas sangat setuju tapi Ijah belum bisa memberi jawaban
  59. Herlambang pamit pulang karena sudah malam.
  60. Ijah terus menangis, merasa kehilangan Herlambang
  61. Karto dan Welas mencoba menghibur Ijah
  62. Ijah Senang mendengar bahwa Karto dan Welas bersedia menjadi walinya kelak
  63. Tiba-tiba Bakir datang dengan nafas tersendat-sendat. Bakir minta tolong kepada Ijah untuk bersembunyi di ”senthong” Ijah karena dia sedang dikejar-kejar dan akan ditangkap.
  64. Ijah kembali kepada Karto dan Welas setelah menyembunyikan Bakir
  65. Ijah sangant gugup, Welas coba menenangkan
  66. Tiba-tiba Herlambang datang seolah mencari seseorang karena ia kecopetan
  67. Ijah dan Welas coba membant
  68. Herlambang menjelaskan runtutan yang dialami
  69. Karto tiba-tiba berkata jika ia mampu menemukan copetnya akan dikasih imbalan apa kepada Herlambang
  70. Welas dan Ijah kaget, Ijah lemas mendengar pertanyaan Karto ”apa kamu mau membela orang yang salah?”
  71. Herlambang bingung dan terus menanyai Ijah
  72. Karto mendatangi ”senthong” Ijah dan menangkap Bakir
  73. Bakir tidak tau kalau korbannya adalah Herlambang
  74. Herlambang dan Bakir berantem
  75. Ijah mencoba melindungi Bakir
  76. Bakir mengembalikan uang Herlambang, masih utuh
  77. Herlambang menjelaskan bahwa uang ini untuk biaya nikah dengan Ijah
  78. Welas dan Karto mengusir Bakir
  79.  Ijah berlari menghampiri Bakir, Ijah tidak mau ditinggal, ijah menangis
  80. Karto dan Welas geram dengan Ijah, sebenarnya yang dipilih Bakir atau Herlambang
  81. Ijah menjawab bahwa Bakirlah yang dipilih
  82. Herlambang langsung pamit pergi
  83. Bakir mencegah, Bakir menjelaskan bahwa bulan denpan dia akan menikah dengan Aminah
  84. Ijah, Welas, Karto dan Herlambang kaget.
  85. Ijah menjerit menangis
  86. Bakir meminta Herlambang untuk menjelaskan kepada Ijah resiko bersuamikan copet
  87. Tanpa kata Herlambang terus pergi
  88. Ijah mencoba menyusul Herlambang tapi tidak berhasil
  89. Bakir terus ikut pergi
  90. Welas mencoba menenangkan Ijah
  91. Karto ikut-ikutan menangis
Berdasarkan urutan insiden diatas kemudian dapat dirangkai alur ceritanya yakni urutan peristiwa berdasarkan sebab-akibat. Adapun urutaan peristiwa ”Kali Ciliwung” adalah sebagai berikut
  1. Ijah ”mantenan” dengan Bakir 
  2. Muncul Herlambang, sang penyair
  3. Bakir berkenalan dengan Herlambang
  4. Ijah berkenalan dengan Herlambang dan mulai ada rasa dengan Herlambang
  5. Ijah kencan dengan Herlambang
  6. Tapi ternyata Ijah malah berkencan dengan Bakir
  7. Bakir meminta Ijah menjadi istrinya
  8. Herlambang datang dan Bakir mencegah Ijah untuk menghampiri Herlambang 
  9. Herlambang dan Bakir berantem
  10. Bakir menyerahkan Ijah kepada Herlambang
  11. Herlambang ingin melamar Ijah
  12. Ijah menyembunyikan Bakir di ”senthong” miliknya
  13. Herlambang mencari copet
  14. Copetnya ternyata adalah Bakir
  15. Herlambang dan Bakir berantem
  16. Ijah memilih Herlambang
  17. Herlambang tidak mau karena akan menikah dengan aminah
  18. Bakir dan Herlambnag pergi
  19. Ijah tidak mendapatkan Bakir juga tidak mendapatkan Herlambang. 
B. Alur ”Kali Ciliwung
Alur yang digunakan dalam ”Kali Ciliwung” adalah alur lurus atau progresif. Urutan jalan ceritanya disusun secara kronologis dan tertata rapi. Cerita dimulai dari tahap awal (penyituasian, pengenalan, pemunculan konflik), tengah (konflik meningkat, klimaks), dan akhir (penyelesaian).

C. Struktur Alur ”Kali Ciliwung”
1. Eksposisi (Bagian Pembuka)
Tahap awal yang berisi penjelasan tentang tempat terjadinya peristiwa serta perkenalan dari setiap pelaku yang mendukung cerita. Dalam drama ”Kali Ciliwung”, tahapan ini terlihat pada insiden (1) sampai (8) yakni mulainya dikenalkan para tokoh-tokohnya; Ijah, Karto, Welas, Bakir, dan Herlambang.

2. Komplikasi
Pada tahapan ini awal mula ketegangan dihadirkan. Kemudian ketegangan akan terus menaik secara lambat atau cepat. Dalam drama ”Kali Ciliwung”, tahapan ini mulai terlihan pada insiden (9) sampai (71)

3. Klimaks
Pada tahap ini tegangan tikaian/konflik mencapai puncaknya. Dalma drama ”Kali Ciliwung” ditujukan pada insiden (72) yakni ketika Karto menunjukan keberadaan Bakir yang ada di ’Senthong” Ijah.

4. Resolusi
Pada Tahap ini konflik telah memperoleh peleraian. Tegangan akibat terjadinya konflik mulai menurun. Dalam ”Kali Ciliwung” terlihat pada insiden (76) yakni ketika Bakir mulai minta maaf kepada Herlambang dan mengembalikan Uang Herlambang

5. Keputusan
Penyelesaian dalam “Kali Ciliwung” yakni Herlambang menikah dengan Aminah bukan Ijah dan Bakir juga meninggalkan Ijah.

BAB IV
PENOKOHAN DALAM DRAMA “KALI CILIWUNG”
KARYA MOCH. NUSJAHID P.
Karakter atau penokohan adalah proses penampilan tokoh sebagai pembawa peran sifat-sifat pribadi at
A. Karakterisasi
1. Dimensi Fisiologis
a. Ijah
Ijah adalah seorang wanita berumur 25 tahun, cantik, kulitnya hitam, berambut panjang, dipotong sebahu setelah bertemu Herlambang. Dari dimensi fisiologis, pengarang melukiskan karakter Ijah secara eksplisit yakni melalui komentar pelaku lain dan petunjuk teks samping dan juga secara implisit yakni melalui tindakan tokoh yang bersangkutan
Kutipan 1.
Ijah : (Takon lugu). Korupsi kuwi apa ta mas Bakir? (Rambute dielus nganggo tangane. Gelungane sing arep udhar, dikencengake). ( Kali Ciliwung, hal 34)
Terjemahan :
Ijah : (Bertanya halus). Korupsi itu apa sih mas Bakir? (Rambutnya dibelai dengan tangannya. Gelungannya yang mau lepas, dikencangkan)

Kutipan 2.
Ijah wis dandan ayu. Rambute sing wis dikethok ngranggeh bahu, sayake sing mini warnane jambon : mung gawe pangling. Ora mantra-mantra yen Ijah saka desa kluthuk wewengkon Wonogiri. Bengi kuwi sajak ana sing dienteni. Ora ngenteni wong lanang sing padha butuh dheweke, nanging ngenteni Herlambang sang penyair.( Kali Ciliwung, 43)
Terjemahan :
Ijah sudah berdandan cantik. Rambutnya yang sudah dipotong sebahu, roknya mini warnanya pink: hanya membuat seperti tak kenal. Tidak menyangka kalau Ijah dari desa Wonogiri. Malam itu seolah ada yang ditunggu. Tidak menunggu lelaki yang sama butuhnya dengan dia, tetapi menunggu Herlambang sang penyair.

Kutipan 3.
Ijah: Wis limang taun. Maune kulitku kuning resik. Saiki dadi ireng mangkak sebab dipanggang panas Jakarta. ( Kali Ciliwung, 41)
Terjemahan :
Sudah lima tahun. Dulunya kulitnya kuning bersih, Sekarang menjadi hitam sebab dipanggang panas Jakarta.

Kutipan 4.
Herlambang : Kowe ayu, Jah . . .?(Karo nyiwel janggute Ijah). ( Kali Ciliwung, 42)
Terjemahan :
Herlambang : Kamu cantik, Jah...?(Sambil mencubit dagunya Ijah). 
b. Herlambang
Herlambang adalah seorang pemuda berumur 23 tahun, berambut gondrong, berwajah tampan, tidak terurus. Dari dimensi fisiologis, pengarang melukiskan karakter Herlambang secara eksplisit yakni melalui komentar pelaku lain dan petunjuk teks samping.

Kutipan 1.
Ora let suwe njedhul Herlambang, nom-noman gondrong sing sandhang penganggone kumal. (Kali Ciliwung, hal 37)
Terjemahan :
Tidak begitu lama muncul Herlambang, pemuda gondrong yang pankaiannya lusuh. 
Kutipan 2.
Bakir : E,e,e,e. . . . ana wong lanang. Apa kowe kencan karo dheweke ta, Jah? Wonge isih enom. Rambute gondrong. Rupane bagus, Jah. Nanging kok sajak ora kopen. (Kali Ciliwung, hal 39)
Terjemahan :
Bakir : E,e,e,e...ada lelaki. Apa kamu kencan dengan dia ya, Jah? Orangnya masih muda. Rambutnya panjang. Wajahnya tampan, Jah. Tetapi kok seolah tidak terawat

c. Bakir 
Bakir adalah seorang pemuda berumur 27 tahun, berwajah tampan, berkulit hitam. Dari dimensi fisiologis, pengarang melukiskan karakter Bakir secara eksplisit yakni melalui komentar pelaku lain dan petunjuk teks samping.
Kutipan 1.
Herlambang : Gumun, kowe wong bagus kok dadi tukang copet. (Kali Ciliwung, 40)
Terjemahan : 
Herlambang : Kagum, kamu orang ganteng kok jadi tukang copet. 

Kutipan 2. 
Welas : Iya. Sir padha irenge. Sir padha senenge. Jebul meneng-meneng yen awake dhewe lunga, mas Bakir saben dinane glenikan dhewe karo Ijah, kang Karto. (Ngguyu cekikikan). (Kali Ciliwung, hal 33)
Terjemahan :
Welas : Iya. Suka sama hitamnya. Suka sama senangnya. Ternyata diam-diam kalau kita pergi, Mas Bakir setiap harinya sibuk sendiri dengan Ijah. Kang Karto. (Tertawa terbahak-bahak)

d. Karto
Karto adalah seorang laki-laki berumur 40 tahun. Dari dimensi fisiologis, pengarang melukiskan karakter Karto secara eksplisit yakni melalui petunjuk teks samping yang memberikan informasi tentang umur Karto. Fisik yang lain tidak digambarkan oleh pengarang.
e. Welas
Welas adalah seorang wanita berumur 35 tahun. Dari dimensi fisiologis, pengarang melukiskan karakter Welas secara eksplisit yakni petunjuk teks samping hanya mengenai umur Welas. Fisik yang lain tidak digambarkan.

2. Dimensi Sosiologis
a. Ijah
Dalam ”Kali Ciliwung” Ijah digambanrkan oleh pengarang sebagai seorang pelacur yang tinggal dipinggir Sungai Ciliwung. Pengarang melukiskan karakter Ijah secara eksplisit yakni melalui komentar pelaku lain.
Kutipan 1. 
Welas : Ngertiya. Sapa ngerti, suwening suwe kowe bisa dadi lonthe kelas hotel.(Kali Ciliwung, 32)
Terjemahan 
Welas : Ketahuilah. Siapa tau, lama-kelamaan kamu bias jadi “lonthe” kelas hotel.

b. Herlambang
Herlambang dalam ”Kali Ciliwung” digambarkan oleh pengarang sebagai seorang penyair. Pengarang melukiskan karakter Herlambang secara eksplisit yakni melalui komentar pelaku lain.
Kutipan 1.
Bakir : Mengko dhisik. Kaya kowe iki gaweyanmu apa ya mung gawe sanjak?(Kali Ciliwung, 40)
Terjemahan 
Bakir : Nanti dulu. Seperti kamu ini pekerjaannya apa ya hanya membuat sajak?

c. Bakir
Bakir dalam ”Kali Ciliwung” digambarkan oleh pengarang sebagai seorang pemuda yang pekerjaannya adalah tukang copet. Pengarang melukiskan karakter Bakir secara eksplisit yakni melalui komentar pelaku lain.
Kutipan 1.
Karto : (Nyambung cepet). Bener kandhamu. Nanging geneya nasibmu lan nasibku tetep ajeg kaya ngene ?. Kowe dadi tukang golek tegesan lan aku dadi tukang copet. (Kali Ciliwung, hal. 33)
Terjemahan :
Karto : (menyambung cepat). Benar katamu. Tapi kenapa nasibmu dan nasibku tetap terus seperti ini?. Kamu jadi tukang pencari sampah dan aku jadi tukang copet.

d. Karto
Karto dalam kesehariannya digambarkan oleh pengarang sebagai seseorang yang pekerjaannya mencari putung rokok. Pengarang melukiskan karakter Karto secara eksplisit yakni melalui monolog tokoh yang bersangkutan.
Kutipan 1.
Karto : Wong urip kuwi kudu nyambut gawe. Senajan nyambut gawe mung golek tegesan. (Kali Ciliwung, hal. 32)
Terjemahan :
Karto : Orang hidup itu harus bekerja. Walaupun bekerja hanya mencari putung rokok (pemulung). 

e. Welas
Dalam ”Kali Ciliwung” Welas digambarkan oleh pengarang sama seperti Karto yakni orang yang pekerjaannya mencari putung rokok. Pengarang melukiskan karakter Welas secara eksplisit yakni melalui petunjuk teks samping.
Kutipan 1.
Welas ibut ngetung tegesan sing diwadhahi umplung karo Karto sisihane. (Kali Ciliwung, hal 31)
Terjemahan :
Welas sibuk menghitung putung rokok yang dimasukkan ke kaleng dengan Karto suaminya.

3. Dimensi Psikologis
a. Ijah
Dalam ” Kali Ciliwung” Ijah digambarkan sebagai seorang wanita yang pemalas, bodoh, sabar, genit, wanita yang setia, mudah marah dan tidak mempunyai pendirian. Pengarang melukiskan karakter Ijah secara eksplisit yakni melalui komentar pelaku lain dan juga secara implisit yakni melalui tindakan tokoh yang bersangkutan
Kutipan 1.
Welas : Durung adus, Jah? (Karo noleh marang Ijah sedhela).
Ijah : (Angop klakepan). Ah, wegaaaaah . . . . ! (Kali Ciliwung, hal 31)
Terjemahan :
Welas : Belum Mandi, Jah? (sambil menengok Ijah sebantar).
Ijah : (Menguap). Ah, tidak mauuuu....! 
Kutipan 2.
Bakir : Dadi wong kok bodho temen, korupsi bae ora ngerti. ( KaliCiliwung, hal 34)
Terjemahan 
Bakir : Menjadi orang kok bodoh sekali, korupsi saja tidak tahu.
Kutipan 3.
Ijah : Yen mung sabar bae, kawit biyen aku wis sabar.( Kali Ciliwung, hal 36)
Terjemahan 
Ijah : Kalau hanya sabar saja, sejak dari dulu aku sudah sabar.
Kutipan 4.
Karto : Kowe aja nggodha , lho Jah ! Wong lanang yen digodha wong wadon ayu kayak kowe, gampang nggoling. Gampang nggoling . . Jah! (Kali Ciliwung, hal. 44)
Terjemahan 
Karto : Kamu jangan menggoda, lho Jah! Orang laki-laki kalau digoda seorang wanita cantik seperti kamu, mudah goyah. Mudah goyah..Jah!

Kutipan 5.
Bakir : (Lega).Kowe wong wadon setia, Jah ! Kepriye, yen kowe dakpek bojo ?(Mripate Ijah dipandeng suwe). (Kali Ciliwung, 47)
Terjemahan :
Bakir : (lega). Kamu wanita setia, Jah! Bagaimana kalau kamu aku minta jadi istri? (Mata Ijah dpandang lama). 

Kutipan 6.
Ijah : (Mak prempeng nesu, medhot guneme Karto). Kang Kartoooo!( Kali Ciliwung, 50)
Terjemahan
Ijah : (tiba-tiba marah, memutus bicaranya Karto). Kang Karto!!

Kutipan 7.
Welas : Jah, kowe kok mencla-mencle. Sing cetha, ta. Sing kok pilih sapa? Mas Bakir apa mas Herlambang? (Uga katujokake Ijah) (Kali Ciliwung, hal. 56)

Terjemahan :
Welas : Jah, kamu kok berubah-ubah. Yang jelas, y. Yang kamu pilih siapa?
Mas Bakir apa Mas Herlambang

b. Herlambang
Herlambang dalam ”Kali Ciliwung” digambarkan sebagai seorang yang mudah terpengaruh. Pengarang melukiskan karakter Herlambang secara implisit yakni melalui tindakan tokoh yang bersangkutan

Kutipan 1.
Herlambang : Mengko dhisik, ta. Dakpikire. (mikir-mikir karo wira-wiri mbanda tangan). (Kali Ciliwung, hal.41)
Terjemahan :
Herlambang : Nanti dulu, ya. Aku pikrkan. (mikir-mikr dengan kesana-kesini dengan tangan dibelakang.)

c. Bakir
Bakir dalam ” Kali Ciliwung” digambarkan oleh pengarang sebagai seorang yang mudah marah, tidak bisa diakjak bercanda, mudah cemburu, tapi dia seorang yang jujur. Pengarang melukiskan karakter Bakir secara eksplisit yakni melalui komentar pelaku lain, monolog tokoh yang bersangkutan dan petunjuk teks samping, juga secara implisit yakni melalui tindakan tokoh yang bersangkutan

Kutipan 1.
Bakir : (Saya seru). Endi Ijah ??? (Karo menyat ngadeg sajak nesu)
Karto : (Tetep ayem) Sing mboktakoni kuwi sapa ? (Marang Bakir).
Bakir : Kowe ! (Nggetak). (Kali Ciliwung, hal. 32)
Terjemahan 
Bakir : (Semakin Keras). Mana Ijah??? (Dengan berdiri dan marah)
Karto : (Tetap diam) Yang kamu tanya itu siapa? (Kepada Bakir)
Bakir : Kamu! (Menggertak)

Kutipan 2.
Karto : Dakkira sing mboktakoni angin ! (Karo ngguyu nggleges).
Bakir : Hus, aja clometan ! (Sereng). (Kali Ciliwung, hal. 32)
Terjemahan 
Karto : Aku kira yang kamu tanya angin!

Bakir : Hus, jangan celometan! (Seram)
Kutipan 3. 
Bakir udut klepas-klepus karo lungguh ana watu. Sedhela-sedhela nyawang Ijah lan Herlambang sajak jengkel. Cemburu. (Kali Ciliwung, hal. 42)
Terjemahan 
Bakir merokok sambil duduk di batu. Sebentar-sebentar Memandang Ijah dan Herlambang seolah Jengkel. Cemburu.

Kuitpan 4.
Herlambang : Pancen dheweke ya kandha aku, yen copet. Dheweke jujur.(Kali Ciliwung, hal. 42)
Terjemahan
Herlambang : Memang dia juga berbicara dengan saya, kalau copet. Dia jujur.

d. Karto
Karto digambarkan sebagai seorang yang optimis dan menerima keadaannya. Pengarang melukiskan karakter Karto secara implisit yakni melalui hal-hal yang dibicarakan dan yang dipikirkannya. 
Kutipan 1.
Karto : Wis manggon ana Jakarta, goblogmu kok ora suda-suda ta, Las! Wong kuwi kudu duwe panjangka. Gegayuhan. Yen ora duwe panjangka, ateges mung urip-uripan. (Kali Ciliwung, hal. 33)
Terjemahan
Karto : Sudah di Jakarta, bodohmu kok tidak berkurang-kurang ya, Las! Orang itu harus punya harapan. Cita-cita. Kalau tidak punya harapan berarti hanya hidup-hidupan.

Kutipan 2.
Karto : Aku ya ora apa-apa. Nyatane aku trima, Las. . . . .!(Kali Cliwung, hal. 46)
Terjemahan 
Karto : Aku juga tidak apa-apa. Kenyataannya aku terima, Las....!

e. Welas
Welas digambarkan sebagai tokoh yang bodoh, keras kepala dan tidak mau berfikir panjang. Pengarang melukiskan karakter Welas secara eksplisit yakni melalui komentar tokoh lain.

Kutipan 1.
Karto: wis manggon ana Jakarta, goblogmu kok ora suda-suda ta, Las! (Kali Ciliwung, hal. 33)
Terjemahan
Karto : Sudah di Jakarta, bodohmu kok tida berkurang-kurang ya, Las!

Kuitpan 2.
Karto: Wong wadon wangkal. Ora kena dikandhani. Ora bisa dijak guneman (Jengkel). (Kali Ciliwung, hal. 46)
Terjemahan 
Karto : Perempuan keras kepala. Tidak mau diberitahu. Tidak bisa diajak bicara (Jengkel)

Kutipan 3.
Herlambang: Sabar, yu, sabaaar! Aja cethek nalarmu, ta yu! (Karo nggandheng Welas adoh saka kali) (Kali Ciliwung, hal. 46)
Terjemahan 
Herlambang : Sabar, Mbak, sabar! Jangan Pendek nalar, ya Mbak! 

B. Klasifikasi Karakter
Tokoh protagonis dalam ”Kali Ciliwung” dijabat oleh Ijah dan Herlambang yakni sebagai peran utama, pahlawan, atau yang menjadi pusat cerita. Sedangakan tokoh antagonis yakni Bakir, penghalang protagonis yang menyebabkan konflik. Karto dan Welas sebagai tokoh tritagonis yakni sebagai peran penengah, pelerai, atau pengantara protagonis dan antagonis. 

BAB V
PENUTUP
Alur yang digunakan dalam ”Kali Ciliwung” adalah alur lurus atau progresif. Urutan jalan ceritanya disusun secara kronologis dan tertata rapi. Cerita dimulai dari tahap awal (penyituasian, pengenalan, pemunculan konflik), tengah (konflik meningkat, klimaks), dan akhir (penyelesaian). Adapun struktur alur ”Kali Ciliwung”yakni : a) Eksposisi (Bagian Pembuka). Dalam drama ”Kali Ciliwung”, tahapan ini terlihat pada insiden (1) sampai (8) yakni mulainya dikenalkan para tokoh-tokohnya; Ijah, Karto, Welas, Bakir, dan Herlambang. b) Komplikasi. Dalam drama ”Kali Ciliwung”, tahapan ini mulai terlihan pada insiden (9) sampai (71). c) Klimaks. Dalam drama ”Kali Ciliwung” ditujukan pada insiden (72) yakni ketika Karto menunjukan keberadaan Bakir yang ada di ’’Senthong” Ijah. d) Resolusi. Dalam ”Kali Ciliwung” terlihat pada insiden (76) yakni ketika Bakir mulai minta maaf kepada Herlambang dan mengembalikan Uang Herlambang. e) Keputusan. Penyelesaian dalam “Kali Ciliwung” yakni Herlambang menikah dengan Aminah bukan Ijah dan Bakir juga meninggalkan Ijah.

Penokohan dalam ”Kali Ciliwung” dibagi menjadi 2 (dua) yakni: karakterisasi dan klasifikasi karakter. Karakterisasi terbagi menjadi 3 (tiga) yakni; dimensi fisiologis, dimensi sosiologis, dan dimensi psikologis. Sedangkan klasifikasi karakter dibagi menjadi 4 (empat) yakni; protagonis, antagonis, tritagonis, dan peran pembantu. Berikut adalah penokohan dalam Drama ”Kali Ciliwung’:

A. Karakterisasai
1. Dimensi Fisiologis 
  • Ijah : berumur 25 tahun, cantik, kulitnya hitam, berambut panjang,
  • Herlambang : pemuda berumur 23 tahun, berambut gondrong, berwajah tampan, tidak terurus
  • Bakir : pemuda berumur 27 tahun, berwajah tampan, berkulit hitam
  • Karto : laki-laki berumur 40 tahun
  • Welas : wanita berumur 35 tahun
2. Dimensi Sosiologis
  • Ijah (seorang pelacur)
  • Herlambang (seorang penyair)
  • Bakir (seorang copet)
  • Karto (seorang pemungut putung rokok bekas)
  • Welas (seorang pemungut putung rokok bekas)
3. Dimensi Psikologis
  • Ijah (pemalas, bodoh, sabar, genit, wanita yang setia, mudah marah dan tidak mempunyai pendirian)
  • Herlambang (seorang yang mudah terpengaruh) 
  • Bakir (mudah marah, tidak bisa diakjak bercanda, mudah cemburu,seorang yang jujur)
  • Karto (seorang yang optimis dan menerima keadaannya)
  • Welas (bodoh, keras kepala dan tidak mau berfikir panjang) 
B. Klasifikasi karakter
Tokoh protagonis dalam ”Kali Ciliwung” dijabat oleh Ijah dan Herlambang. Sedangakan tokoh antagonis yakni Bakir. Karto dan Welas sebagai tokoh tritagonis yakni sebagai peran penengah, pelerai, atau pengantara protagonis dan antagonis. 

DAFTAR PUSTAKA
  • A. Indratmo. Powerpoint Materi Kuliah.
  • http://www.noviasyahidah.com/879/
  • Meiga Ayu Anggraini (2350402032). 2007. Skripsi Alur Dalam Histories Ou Contes Du Temps Passe Karya Charles Perrault. Fakultas Sastra : Universitas Negeri Malang.
  • Mugiyono (C0101037). 2005. Skripsi Tinjauan sosiologi Sastra Novel Katresnan Lingsir Sore. Fakultas Sastra Dan Seni Rupa: Universitas Sebelas Maret Surakarta .

Tidak ada komentar:

Posting Komentar