Minggu, 23 April 2017

Pengertian Efisiensi Ekonomi Konvensional dan Efisiensi Ekonomi Syariah

Pengertian Efisiensi Ekonomi Konvensional dan Efisiensi Ekonomi Syariah
Pengertian Efisiensi Ekonomi Konvensional 
Kebanyakan ahli ekonomi menggunakan efisiensi Pareto, sebagai tujuan efisiensi mereka. Menurut ukuran ini dari kesejahteraan sosial, suatu situasi adalah optimal hanya jika tidak ada individu dapat dibuat lebih baik tanpa membuat orang lain lebih buruk. Kondisi ideal ini hanya dapat dicapai jika empat kriteria dipenuhi. Rata-rata marginal substitusi dalam konsumsi harus identik untuk semua konsumen ( tidak ada konsumen dapat dibuat lebih baik tanpa membuat konsumen yang lain lebih buruk). Rata-rata transformasi di dalam produksi harus identik untuk semua produk ( adalah mustahil meningkatkan produksi setiap barang baik tanpa mengurangi produksi dari barang-barang yang lain) Biaya sumber daya marginal harus sama dengan produk pendapatan marginal untuk semua proses produksi (produk fisik marginal dari suatu faktor harus sama dengan semua perusahaan yang memproduksi suatu barang) Rata-rata marginal substitusi konsumsi harus sama dengan rata-rata marginal transformasi dalam produksi. (proses produksi harus sesuai dengan keinginan konsumen) 

Ada sejumlah kondisi-kondisi yang, kebanyakan ahli ekonomi setuju, boleh tidak efisien meliputi: struktur pasar yang tidak sempurna ( seperti monopoli, monopsoni, oligopoli, oligopsoni, dan persaingan monopolistik) alokasi faktor tidak efisien ( lihat dasar-dasar teori produksi), kegagalan pasar dan eksternalitas ( lihat juga biaya sosial), diskriminasi harga (lihat juga skimming harga), penuruanan biaya rata-rata jangka panjang (lihat monopoli alami), beberapa jenis pajak dan tariff. Untuk menentukan apakah suatu aktivitas sedang menggerakkan ekonomi ke arah efisiensi Pareto, dua uji kompensasi yang telah dikembangkan, setiap perubahan pada umumnya membuat sebagian orang lebih baik selagi membuat orang yang lain tidak lebih buruk, maka uji ini menanyakan apa yang akan terjadi jika pemenang mengganti kompensasi kepada yang kalah. Menggunakan kriteria Kaldor suatu aktivitas akan memberi kontribusi untuk Pareto optimal jika jumlah maksimum pemenang siap membayar lebih besar dari jumlah minimum yang siap diterima oleh yang kalah. 

Di bawah kriteria Hick, suatu aktivitas akan memberi kontribusi untuk Pareto optimal jika sejumlah maksimum yang kalah disiapkan untuk menawarkan kepada pemenang dalam rangka mencegah perubahan yang kurang dari sejumlah minimum pemenang disiapkan untuk menerima sebagai uang suap untuk membatalkan perubahan. Uji kompensasi Hick melihat dari sudut pandang yang kalah, sedangkan uji kompensasi Kaldor melihat dari sudut pandang pemenang. Jika kedua kondisi dapat memuaskan yang kalah maupun yang menang maka baik pemenang maupun yang kalah akan setuju bahwa aktivitas yang diusulkan akan menggerakkan ekonomi ke arah Pareto optimal. Ini adalah dikenal sebagai efisiensi Kaldor-Hicks atau kriteria Scitovsky.

Pengertian Efisiensi Ekonomi Syariah
Efisiensi dalam pengertian Optimum Pareto yang netral nilai dan ekuilibrium modern juga tidak muncul dalam literatur Islam. Ini tidak berarti bahwa konsep efisiensi tidak dikenal. Konsep ini telah diidentifikasi dalam beberapa pengertian. Salah satunya adalah dalam pengertian usaha untuk melakukannya yang terbaik. Rasulullah saw. Menjunjung tinggi kualitas dengan menekankan ihsan kebaikan) dan itqan (kesempurnaan). Beliau mengatakan,”Allah telah mewajibkan kamu untuk berbuat baik (ihsan) dalam segala hal,” dan bahwa “Allah menyukai orang yang melakukan pekerjaan, ia melakukannya dengan sempurna”. Upaya untuk merealisasikan ihsan dapat melengkapi usaha melakukan itqan, dan keduanya bersama-sama dapat membantu mewujudkan penggunaan sumber-sumber daya manusia dan alam dengan cara yang paling efisien dan adil. 

Efisiensi juga perlu dalam berbagai konteks sementara sumber-sumber daya tidak boleh disia-siakan atau disalahgunakan karena adanya pertanggungjawaban kepada Tuhan. Menurut salah satu nasihat Abu Yusuf kepada Harun ar-Rasyid, yang didasarkan pada hadits, pertanggungjawaban ini berlaku bagi semua sumber daya, termasuk usia manusia, ilmu, kekayaan, dan semua kemampuan fisiknya. Pertanggungjawaban ini menuntut bahwa sumber-sumber daya dipergunakan untuk membantu memaksimalkan kesejahteraan manusia. Pertanggungjawaban ini berlaku bagi sumber-sumber daya, tidak pandang apakah itu SDM atau SDA, langka atau melimpah, mengandung biaya atau gratis (Zarqa,1980:4).

Dengan demikian, penggunaan sumber-sumber daya yang paling efisien dalam ilmu ekonomi konvensioanl dapat didefinisikan menurut Optimum Pareto, sementara dalam suatu perekonomian Islam akan ditentukan berdasarkan maqashid. Setiap penggunaan yang menggagalkan realisasi maqashid harus dipandang sebagai kesia-siaan dan inefisiensi (Faridi,1983:40). Sebagai contohnya, dalam ilmu ekonomi konvensional, konsep Optimum Pareto membolehkan penghancuran kelebihan output jika hal ini memungkinkan pelaku bisnis menahan penurunan labanya tanpa membuat konsumen menjadi lebih buruk (kondisinya) karena naiknya harga. Namun, cara seperti ini tidak dapat diterima dalam paradigma Islam karena perilaku seperti ini tidak hanya akan merusak sumber-sumber daya yang telah disediakan oleh Allah sebagai suatu bentuk amanah melainkan juga menimbulkan ketidakadilan kepada para konsumen. 

Meskipun usaha mempertahankan harga pada tingkat sekarang tidak dapat dibuat menjadi lebih bermanfaat jika kelebihan output tersebut tidak dihancurkan, harga akan turun atau kelebihan itu dapat dibagikan kepada orang-orang miskin. Begitu juga, waktu dan energi yang dipergunakan untuk shalat dan berpuasa akan tampak sia-sia jika dipandang menurut kerangka materialisme, karena hal itu akan menyebabkan, meskipun tidak selalu, penurunan output sehingga menghambat maksimalisasi output dan laba. Namun, jika dipandang dari sudut kontribusi si kaya yang akan dapat menciptakan character building dan peningkatan spiritual serta kesejahteraan manusia, maka shalat dan puasa sesungguhnya memiliki keunggulan positif. 

Barangkali karena alasan ini, dan alasan lain, seperti yang ditunjukkan sebelumnya bahwa salah satu qaidah ushul membolehkan penetapan suatu pengorbanan privat yang lebih sempit untuk mendapatkan kemaslahatan public yang lebih besar. Umumnya para ulama memandang bahwa syariat, dengan strategi dan nilai-nilai moral yang disediakan untuk menanamkan nilai-nilai ini secara efektif dalam masyarakat, bukan saja akan membantu menjamin keadilan dan kesejahteraan bagi semua, melainkan juga mendorong kemajuan manusia. Al-Mawardi mengindikasikan bahwa ajaran-ajaran Islam telah terbukti menjadi fondasi yang solid bagi peningkatan dan stabilitas di dunia. Ibnu Khaldun juga menekankan bahwa sebuah negara tidak dapat mencapai kemajuan dan kekuatan kecuali dengan menerapkan syariat (Chapra, 2001:61).

Distribusi Pendapatan Konvensional dan Dstribusi Pendapatan Syariah
Distribusi Pendapatan Konvensional 
Ada banyak kombinasi dari nilai guna konsumen, dagan produksi, dan kombinasi konsisten dari faktor input dengan efisiensi. Sesungguhnya, ada suatu ketidak terbatasan dari konsumen dan keseimbangan produksi yang menghasilkan Pareto optimal. Ada banyak optima yang merupakan titik batas berbagai kemungkinan agregat produksi. Karenanya, efisiensi Pareto adalah dibutuhkan, tetapi tak satu pun kondisi yang memenuhi untuk kesejahteraan sosial. Masing-masing Pareto optimal berhubungan dengan distribusi pendapatan yang berbeda dalam ekonomi. Beberapa mungkin melibatkan ketidakseimbangan yang besar dari pendapatan. Maka bagaimana cara kita memutuskan Pareto optimal yang mana yang paling diinginkan? Keputusan ini dibuat, baik secara diam-diam maupun secara terbuka, ketika kita menetapkan fungsi kesejahteraan sosial. Fungsi ini berwujud keputusan nilai tentang nilai guna yang hubungan antar pribadi. Fungsi kesejahteraan sosial adalah suatu cara secara matematika yang menyatakan kepentingan relative individu-individu yang ada dalam masyarakat.

Suatu fungsi kesejahteraan nilai guna (juga disebut suatu fungsi kesejahteraan Benthamite) menjumlahkan nilai guna dari tiap individu dalam rangka memperoleh kesejahteraan keseluruhan masyarakat. Semua orang diperlakukan yang sama, bukan masalah pada tingkat awal nilai guna mereka. Satu unit nilai guna tambahan untuk seorang yang miskin tidaklah dilihat untuk segala nilai lebih besar dibanding suatu unit tambahan dari nilai guna untuk seorang jutawan yang mempunyai semua kekayaan yang ia pernah belanjakan.

Pada ekstrim yang lain adalah fungsi Max-Min yang diusulkan oleh John Rawls. Menurut kriteria Max-Min, kesejahteraan maksimalkan jika nilai guna anggota masyarakat itu yang mempunyai nilai guna paling kecil adalah yang terbesar. Tidak ada kegiatan ekonomi akan meningkatkan kesejahteraan sosial kecuali jika kegiatan itu meningkatkan posisi dari anggota masyarakat yang lebih buruk (merugi). Kebanyakan ahli ekonomi menetapkan fungsi kesejahteraan sosial itu adalah pertengahan antara dua ekstrim tersebut.

Fungsi kesejahteraan sosial adalah secara khas diterjemahkan ke dalam kurva indiferens sedemikian rupa sehingga dapat digunakan di dalam ruang grafis yang sama sebagai fungsi yang lain yang saling berhubungan. Suatu kurva indiferens sosial nilai guna adalah linier dan garis miring ke bawah yang mengarah ke kanan. Kurva indiferens sosial Max-Min mengambil bentuk dari dua garis lurus yang berpotongan sehingga membentuk suatu sudut 90 derajat. Suatu kurva indiferens sosial yang digambar dari suatu fungsi kesejahteraan sosial antara adalah suatu garis miring ke bawah yang mengarah ke kanan.

Bentuk antara dari kurva indiferensi sosial dapat ditafsirkan sebagai peningkatan ketidakseimbangan, suatu peningkatan semakin besar nilai guna dari individu yang secara relatif kaya diperlukan untuk mengganti kerugian nilai guna dari individu yang secara relatif miskin. Suatu fungsi kesejahteraan sosial yang kasar dapat dibangun dengan mengukur nilai dolar subyektif dari barang dan jasa yang didistribusikan ke pemain di dalam ekonomi ( lihat juga surplus konsumen).

Distribusi Pendapatan Syariah
Beberapa alasan yang menjadi dasar pemikiran distribusi pendapatan diantara berbagai faktor produksi. Pertama, pembayaran sewa, umumnya pengacu pada pengertian surplus yang diperoleh suatu unit tertentu dari suatu factor produksi melebihi jumlah minimum yang diperlukan untuk mempertahankan factor itu dalam posisi yang sekarang, tampaknya hal ini tidaklah bertentangan dengan jiwa Islam. Dijelaskan bahwa sewa dan bunga sangatlah berbeda.

Kedua, perbedaan upah akibat perbedaan bakat dan kesanggupan diakui oleh Islam. Syarat-syarat pokonya  ialah para majikan tidak akan mengisap para pekerja dan dia harus membayar hak mereka sedangkan para pekerja tidak akan mengeksploitir majikan mereka melalui serikat buruh, dan mereka juga harus melaksanakan tugasnya dengan tulus dan jujur. 

Ketiga, terdapat kontroversi antara riba dan bunga. Tapi bila arti riba dipandang dalam perspektif sejarahnya tepat, tampaknya tidak ada perbedaan antara riba dan bunga. Suatu survai singkat tentang semua teori modern mengenai bunga mengungkapkan bahwa para ahli ekonomi tidak berhasil menemukan jawaban yang jelas mengapa bunga harus dibayar. Di pihak lain teori Islam tentang modal mengakui bahwa bagian modal dalam kekayaan nasional hanyalah sejauh sumbangan yang akan ditentukan sebagai persentase berubah dari laba daripada suatu persentase yang ditetapkan dari modal itu sendiri. Penulis cukup yakin bila para pemimpin kaum Muslimin melakukan upaya yang tulus, maka sangatlah mungkin untuk memiliki perekonimian yang bebas bunga. Tidak dapat disangkal lagi bahwa karena bungalah tumbuh kapitalisme dengan segala kejahatan yang menyertainya dalam masyarakat. Bunga menimbulkan masalah pengangguran, memperlambat proses kepulihan depresi menyebabkan masalah pelunasan utang bagi negeri-negeri terbelakang, juga menghancurkan prinsip pokok kerja sama, saling bantu, dan menjadikan orang mementingkan diri sendiri.

Keempat, Islam memperkenankan laba biasa – bukan laba monopoli atau laba yang timbul dari spekulasi. Akhirnya, telah kami jelaskan beberapa prinsip yang umumnya diterima dari hukum waris Islam, yang dewasa ini merupakan suatu system tetap, ilmiah dan indah lagi harmonis. Sumbangan paling positif dari hukum waris Islam ialah bahwa ia mengakui peran serta wanita dalam proses kegiatan ekonomi yang rumit. 

DAFTAR PUSTAKA
  • Abbaasi, .M..,K.W. Hollman dan J.H. Murray, 1990. Islamic Economics: Foundations and Practices. International Journal of Social Economics. Jilid V.
  • Ahmad, Ziauddin. 1998. Islam, Proverty and Income Distribution. The Islamic Fondation, Lahore
  • Aronsson,T.,Lofgren,K.G. and Backlund,K. 2004. Welfare Measurement In Imperfect Markets : A Growth Theoretical Approach, Cheltenham, Edward Elgar.
  • Arrow, K.J. and Scitowsky,T. 1969. Readings in Welfare Economics, HomeWood, hal.255-283 
  • Asheim,G.B. and Buchholz,W. 2004. A General Approach to Welfare Measurement Through National Income Accounting, Scandinavian Journal of Economic 106, hal. 361-384.
  • Asheim,G.B. and Weitzman,M.L. 2001. Does NNP Growth Indicate Welfare Improvement?, Economics Letters 73, hal. 233-239.
  • Atkinson, A. 1975. The Economics of Inequality, Oxford University Press, London.
  • Besley,Timothy. 2002. Welfare Economics and Public Choice, London School of 
  • Economics and Political Science, London, April., hal 1-3.
  • Boadway,R.W. 1974. The Welfare Foundations of Cost-Benefit Analysis, Economic Journal 86, Desember, hal. 926-939.
  • Bornstein, Morris. 1973. Plan and Market, Economic Reform in Eastern Europe, Yale University Press.
  • Braudel, Fernand. 1982. Civilization and Capitalism, Harper & Row, hal.251-255.
  • Carbonell, A.F. 2002. Subjective Questions To Measure Welfare and Well-being, Discussion Paper, Tinbergen Institute, Amsterdam, hal 1-5.
  • Chapra, M. Umer, 1970. The Economic System of Islam : Discussion of its Goal and Nature, The Islamic Cultural Centre, London.
  • ______________, 1979. Objectives of the Islamic Order, The Islamic Foundation, United Kingdom.
  • ______________, 1979. The Islamic Welfare State and its Role in the Economy, The Islamic Foundation, United Kingdom.
  • ______________, 1986. Toward a Just Monetary System, The Islamic Foundation, United Kingdom.
  • ______________, 1992. Islam and the Economic Challenge Order, The Islamic Foundation, United Kingdom.
  • ______________, 2000. The Future of Economics : An Islamic Perspective, The Islamic Foundation, United Kingdom.
  • Choudhury, Masudul Alam and Houque, M. Ziaul. 2003 Islamic Finance: A Westen Perspective – Revisited , International Journal of Islamic Financial Services, Volume 5, Number 1, April-June
  • Chowdhury, A. Abdul Mannan. 1999. Resource Allocation, Investment Decision and Economic Welfare : Capitalism, Socialism and Islam, University of Chittagong, Banladesh
  • Creswell, John W. 1994. Research design : Qualitative & Quantitative Approaches, SAGE Publicatios, London
  • Crone, P. 1987. Meccan Trade and Rise of Islam, Oxford, Basil Blackwell
  • Elliot, John E.. 1985. Comparative Economic Systms, Wadsworth Publishing Company, Belmont, hal.408-429.
  • Fabozzi, Frank J Franco, Modigliani, Ferri, Michael G.,1994. Foundations of Financial Markets and Institutios, Prentice-Hall Inc.
  • Friedman, Thomas L., 2001. The Lexus and The Olive Tree: Undertanding Globalization, Achor Book, New York 
  • Ghazali, Imam. 1937. Al-Mustasyfa, Al-Maktabah at-Tijariyyah al-Kubra, Kairo, Vol.I hlm 139
  • Giddens, Anthony, 2000. Jalan Ketiga: Pembaruan Demokrasi Sosial (Terjemahan dari Judul Asli: The Third Way: The Renewal of Social Democracy), (Penerjemah: Ketut Arya Mahardika), PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, Cetakan ketiga, Juni, Tebal: (xxviii + 189) halaman
  • Griffin, Keith. 1989. Alternative Strategies for Economic Development, Macmillan, London, hal.218-219.
  • Grutchy, Allan G. 1977. Comparative Economic Systms, Mifflin Company, Houghton.
  • Hause,J.C. 1975. The Theory of Welfare Cost Measurement, Journal of Political Economy 83, Juni, hal. 1145-1182.
  • Heilbroner, Robert.L, 1975. The Making of Economics Society, Prentice Hall, hal.32.
  • Heilbroner, Robert dan Lester Thurow, 1994. Economic Explained, New York:Simon & Schuster, 
  • Hyman David N., 2005. Public Finance : A Contemporary Application of Theory to Policy with Economic Applications, 8th Edition , New York, Dryden Press.
  • Kakwani, Nanak C. 1980. Income Inequality and Proverty, Oxford University Press, hal.397-398.
  • Kazarian, E. 1991. Finance and Economic Development, Islamic Banking in Egypt, Lund Economic Studies No.45, University of Lund, Lund.
  • Kegley, Charles W., Wittkopfl Eugene R. , 2001. The Global Agenda: Issues and Perspectives, , Penerbit: McGraw-Hill Higher Education – A Division of The McGraw-Hill Companies, Inc., Singapore, International Edition, Sixth Edition, Tebal: (xiv + 503) halaman.
  • Khaldun, Ibnu. 1964. Muqaddimah, hlm 3,4,39

Tidak ada komentar:

Posting Komentar